Koleksi orang-orang ini mungkin dibilang sebagian orang sepele: tusuk gigi. Tapi, di balik itu semua, ada kisah-kisah yang mengiringi.

SHABRINA PARAMACITRA, Surabaya

BUKU-BUKU album itu bertumpuk di meja ruang tamu rumah Boy George Rahman di kawasan Sambikerep, Surabaya, Senin (21/2) lalu. Album-album berwarna hitam tersebut memuat banyak sekali tusuk gigi. Pada tiap halamannya, ada sekitar 20 tusuk gigi yang ditempelkan. Semua tusuk gigi itu dibalut bungkus dengan berbagai merek. Ada hotel, aula pertemuan (convention hall), dan restoran.

Nama-nama seperti Excelso, Pizza Hut, Boncafe, Bandar Djakarta, Ibis Styles, Bumi Surabaya City Resort, dan Grand Mercure terpampang dalam bungkus-bungkus tusuk gigi itu. Ada pula beberapa tusuk gigi dari restoran-restoran di Jepang dan Singapura.

Di samping album-album yang diletakkan di atas meja, ada pula dus-dus berisi tusuk gigi. Sama seperti yang ada pada album, tusuk gigi dalam dus-dus itu pun berasal dari berbagai hotel, aula pertemuan, dan restoran.

Tusuk gigi yang jumlahnya ribuan tersebut disimpan Boy sejak 1995. Koleksi yang dia miliki sebenarnya bukan hanya tusuk gigi. Cover kunci magnetik kamar hotel, buku catatan (notes), bolpoin, pensil, dan korek pun dikumpulkannya. Namun, barang yang paling banyak dia kumpulkan adalah tusuk gigi.

Semua bermula saat dia menjadi karyawan di bidang ekspor-impor dulu. Boy yang juga tergabung dalam Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur itu sering mendatangi berbagai acara, rapat, dan pertemuan. Kegiatan-kegiatan tersebut acap kali dihelat di hotel, aula pertemuan, dan restoran.

Perasaan ingin memiliki kenangan. Itulah yang membuatnya tergerak mengumpulkan tusuk gigi meski dia sendiri mengaku tak terbiasa memakai tusuk gigi kayu. ’’Awalnya saya berpikir, apa ya yang bisa saya ceritakan nanti ke anak, cucu, dan kerabat saya? Bahwa saya dulu bekerja di bidang ini (ekspor-impor) dan sering pergi ke banyak tempat. Akhirnya saya kumpulkan tusuk gigi dari tempat-tempat yang saya datangi,” ungkap Boy.

Alasan yang sama diungkapkan dr Inneke Kartika Wahyu. Sebagai dokter, aktivitasnya sangat padat. Tak hanya mengobati pasien, dia pun sering bertemu kolega, menghadiri rapat dan pertemuan, serta berwisata kuliner bersama keluarga saat akhir pekan. Aktivitas-aktivitas itu menginspirasinya untuk mengumpulkan tusuk gigi.

’’Saya belum lama koleksi ini, baru setahun lebih. Sudah ada ratusan,” tutur warga Sukomanunggal, Surabaya, itu.

Kepada Jawa Pos, Boy mengaku sering bad mood kalau restoran yang dirinya datangi tidak punya tusuk gigi yang terbungkus kemasan bermerek. Dia juga langsung tak nafsu makan jika petugas restoran memberinya tusuk gigi dalam jumlah sedikit ‒satu atau dua biji.

’’Kalau begitu, saya paling hanya pesan es teh satu gelas, lalu pulang, meski saya datang bersama dua atau tiga orang. Tapi, kalau tusuk giginya bagus dan petugasnya tidak pelit, langsung saya pesan kopi yang paling mahal, hahaha,” kelakarnya.

Beberapa koleksi tusuk gigi milik Boy berasal dari hotel dan restoran yang sudah tak ada. Sebab, ada nama hotel dan restoran yang berganti, pindah lokasi, atau memang bangkrut. ’’Ini kan kenangannya kuat. ’Oh, dulu saya pernah makan di situ, sekarang sudah tutup tempatnya’,” tutur Boy.

By admin