Lima Daerah di DI Jogjakarta Naik Jadi PPKM Level 4

JawaPos.com – Pelonggaran demi pelonggaran diberlakukan seiring dengan semakin landainya penularan Covid-19. Pemerintah kini menyusun road map untuk mempersiapkan masa transisi dari pandemi menuju endemi.

Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, road map menuju endemi tersebut kini dimatangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan instansi terkait. Nadia menyatakan bahwa semua harus dipastikan on track. ”Sebelum menuju endemi, kita harus melalui pengendalian pandemi dan praendemi,” ungkapnya.

Ada beberapa indikator untuk menuju endemi Covid-19.

Pertama, transmisi komunitas harus berada pada level 1. Artinya, kasus konfirmasi harus berada di bawah 20 orang tiap 100 ribu penduduk. Lalu, cakupan vaksinasi sudah mencapai 70 persen dari populasi. Testing dan tracing juga harus berjalan sesuai dengan ketentuan.

Nadia menerangkan, pelonggaran beberapa aktivitas akan terus ditinjau. Tidak serta-merta langsung bebas. Dia mencontohkan aturan peribadahan saat Ramadan. Jika situasi tetap terkendali, lanjut dia, salat berjemaah di masjid tidak perlu lagi menjaga jarak. Masyarakat cukup diminta membawa sajadah masing-masing. Dia juga menegaskan bahwa pelonggaran aktivitas harus dilakukan secara bertahap. ”Akan terus dicari keseimbangan antara kesehatan dan non kesehatan,” ungkapnya.

Dia juga mengomentari pelonggaran aktivitas yang tertuang dalam Surat Edaran Satgas Nomor 11 Tahun 2022 tentang Syarat Perjalanan Domestik. SE itu menghapus syarat tes antigen dan PCR bagi mereka yang sudah mengikuti vaksinasi lengkap atau booster. Menurut Nadia, salah satu landasan membuat pelonggaran itu adalah vaksinasi Covid-19 yang cukup merata. ”Yang belum vaksinasi masih harus menyertakan hasil skrining,” ucapnya.

Berdasar hasil survei Kemenkes, sekitar 80 persen penduduk Indonesia sudah memiliki antibodi untuk memproteksi SARS-CoV-2. Nadia menyatakan, vaksinasi akan memperkecil penularan Covid-19. Apalagi ditambah penerapan protokol kesehatan yang ketat. ”Kita tidak mungkin mengenolkan kasus Covid-19. Yang terpenting, kalau ada peningkatan tidak sampai membebani layanan kesehatan,” terangnya.

Varian baru bernama Son of Omicron atau BA.2 juga tidak terlalu dikhawatirkan. Sebab, merujuk negara yang melaporkan adanya paparan varian itu, ternyata Son of Omicron tidak disertai lonjakan kasus. Lagi-lagi dia menekankan pentingnya vaksinasi untuk menanggulangi munculnya varian-varian anyar. Bahkan, lanjut Nadia, para ahli memprediksi varian Omicron bisa jadi varian terakhir dari Covid-19.

Pemerintah mulai bersiap mengubah status pandemi Covid-19 menuju endemi. Itu terlihat dari sejumlah kebijakan yang diterapkan saat ini. Misalnya, pengurangan masa karantina bagi jemaah umrah dan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN). Menurut epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, saat ini kasus infeksi Covid-19 di luar negeri lebih sedikit ketimbang dalam negeri. Diperkirakan hanya sekitar 1 persen PPLN yang terdeteksi positif Covid-19 di pintu masuk.

Hal itulah yang membuat pemerintah percaya diri untuk melonggarkan karantina. Terlebih, vaksinasi Covid-19 di dalam negeri sudah meningkat, terutama untuk capaian vaksinasi dua dosis. Bali pun akhirnya dipilih sebagai pilot project untuk menguji kebijakan bebas karantina tersebut.

Dicky menilai, Bali dipilih karena cakupan vaksinasinya jauh lebih baik daripada daerah lain. Tapi, hal itu belum cukup untuk memastikan tak ada penularan. Harus ada kesiapan lain dari setiap unsur yang terlibat. Terutama di unsur mitigasi. ”Surveilans harus tetap dilakukan,” tegasnya.

Menurut Dicky, pemerintah tetap harus melaksanakan pemeriksaan secara acak pada beberapa penerbangan dari luar negeri. Pemeriksaan itu sangat penting guna menjamin PPLN yang masuk ke Indonesia tidak membawa virus SARS-CoV-2. ”Pemeriksaan acak, termasuk whole genome sequencing, harus tetap dilakukan. Ini juga dilakukan negara-negara lain yang sudah membebaskan karantina,” paparnya.

Dia mencontohkan Australia yang lebih dulu memberikan kelonggaran karantina. Australia bebas karantina mulai 21 Februari lalu. Itu pun dengan modal kuat. Yakni, vaksinasi dua dosis sudah lebih dari 90 persen dari total populasi. Kemudian, booster sudah di atas 50 persen dari total populasi. ”Targetnya bukan hanya untuk lansia. Itu yang lebih aman. Tentu dengan surveilans dan prokes kuat di lokasi wisata,” ungkapnya. Jika kebijakan itu berhasil dan tidak memperburuk kondisi pandemi dalam negeri, tak tertutup kemungkinan kebijakan bebas karantina berlaku di semua wilayah. ”Tapi, karantina ini tetap vital untuk semua penyakit menular. Jadi, seharusnya dinamis (kebijakannya, Red),” sambungnya.

Berbeda dengan Kemenkes, Dicky memprediksi Omicron bukan varian terakhir dari Covid-19. Sebab, masih banyak penduduk di dunia yang belum memiliki imunitas. Ditambah, banyak negara di dunia yang juga belum menerapkan pengendalian Covid-19 secara memadai. Karena itu, risiko infeksi masih mungkin terjadi. ”Jadi, selama masih ada infeksi, virus SARS-CoV-2 bersirkulasi, kemungkinan bereplikasi dan bermutasi ya masih terjadi. Artinya, varian baru masih bisa muncul,” ungkapnya. Itu juga termasuk gelombang ketiga di Indonesia. Dia mengatakan, gelombang ketiga itu bukan gelombang terakhir. Namun, risiko yang ditimbulkan semakin kecil karena imunitas yang sudah terbentuk semakin banyak. Baik hasil vaksinasi Covid-19 dua dosis, vaksinasi lalu terinfeksi, maupun hasil infeksi Covid-19. Karena itu, dia menilai wajar jika pemerintah menyebut imunitas masyarakat saat ini tinggi. Sebab, memang hal itu diperoleh tak hanya dari vaksinasi. ”Ini menandakan juga kasus infeksi di Indonesia banyak sekali dan banyak juga yang tidak terdeteksi,” katanya.

Namun, dia mengingatkan bahwa imunitas yang terbentuk dari vaksinasi, infeksi, atau kombinasi keduanya belum bisa dikatakan bertahan lama. Data menunjukkan, imunitas dari dua dosis vaksinasi atau kombinasi bisa bertahan sekitar satu tahun, sedangkan untuk vaksinasi booster masih harus menunggu data. Kendati demikian, minimal sudah diketahui perlu ada booster ulangan untuk menghadapi Covid-19. Terutama untuk kelompok yang masuk kategori berisiko. ”Pandemi terkendali belum bisa dijawab kapan, tapi trek sudah ada, arah sudah ada,” ungkapnya.

Sementara itu, situasi pandemi di wilayah Jogjakarta mengalami kenaikan risiko. Berdasar pemetaan terbaru yang tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 15 Tahun 2020, lima kabupaten/kota di Daerah Istimewa Jogjakarta naik level menjadi level 4.

Meski demikian, secara keseluruhan, jumlah daerah level 4 di Jawa-Bali sama seperti sebelumnya, yakni tujuh daerah. Sebab, di sisi lain, Kota Cilegon, Kota Cirebon, Kota Tegal, Kota Sukabumi, dan Kota Salatiga berhasil turun ke level 3. Sementara itu, Kota Madiun dan Kota Magelang belum berhasil turun dari level 4.

Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal mengatakan, meski daerah level 4 stagnan, situasi penanganan Covid-19 di Indonesia membaik. Hal itu ditandai dengan tren penurunan tingkat rawat inap di rumah sakit serta angka kematian. ”Saat ini secara signifikan menunjukkan penurunan dan pelandaian jumlah kasus,” ujarnya kemarin.

Dia menambahkan, secara keseluruhan, level PPKM di Jawa-Bali juga mulai menurun, khususnya di level 3. Jika sebelumnya terdapat 108 daerah, kali ini hanya ada 84 daerah. Termasuk wilayah aglomerasi Jabodetabek yang selama ini menjadi penyumbang terbesar.

Selain pemetaan, dalam inmendagri terbaru diatur ketentuan kegiatan kompetisi olahraga. Di situ dijelaskan, kompetisi olahraga dapat dilaksanakan secara terbuka di seluruh daerah, kecuali yang masih level 4.

By admin