JawaPos.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan bahwa mereka menemukan ada seorang crazy rich alias sosok kaya raya yang membeli sejumlah aset mewah tanpa ada laporan dari pihak penyedia barang dan jasa (PBJ) kepada pihaknya. Hal ini diketahui setelah PPATK menganalisis terhadap dugaan adanya penipuan dan pencucian uang dalam kasus investasi ilegal.
“Crazy rich ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema Ponzi,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana tanpa menyebut identitas sang crazy rich, dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Minggu (6/3).
Dugaan penipuan ini semakin kuat tak hanya dari deteksi aliran dana investasi bodong yang dijalaninya, namun juga dari kepemilikan berbagai barang mewah yang ternyata belum semuanya dilaporkan oleh pihak PBJ di mana mereka membeli aset-aset tersebut. Sebab, PBJ merupakan pihak pelapor yang wajib menyampaikan laporan transaksi kepada PPATK.
“Setiap penyedia barang dan jasa wajib melaporkan laporan transaksi pengguna jasanya atau pelanggan kepada PPATK, dengan mempedomani penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah diatur dalam Peraturan PPATK,” ucap Ivan.
Ivan mengungkapkan, sepanjang 2021 PPATK telah menerima 47.587 laporan transaksi dari PBJ yang telah terdaftar. Hal ini mengalami peningkatan 126,5 persen dari tahun ke tahun.
Dia tak memungkiri, partisipasi pihak pelapor PBJ telah meningkat dalam melaporkan transaksi sebagaimana telah diatur oleh peraturan yang berlaku. Selain itu, peningkatan laporan menunjukkan kesadaran PBJ tentang pentingnya penerapan prinsip mengenali pengguna jasa atau para pelanggan yang melakukan transaksi.
“Hal ini merupakan prinsip dasar Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT yang menjadi international best practices sebagaimana juga tertuang dalam Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) sebagai salah satu upaya menjaga integritas sistem keuangan Indonesia dan perlindungan publik terhadap tindak kriminal,” ujar Ivan.
Ivan menegaskan, peran pihak pelapor PPATK sangatlah penting dan krusial, tak terkecuali penyedia barang dan jasa. Pihak pelapor, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur secara tegas pengenaan sangsi bila tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya.
Terlebih memang setiap laporan yang disampaikan merupakan informasi yang memiliki cerita dan makna penting dalam membantu menyelusuri aliran dana dalam hasil analisis dan informasi intelijen keuangan lainnya kepada para penyidik untuk diungkapkan.
“Bukan sekedar tentang melaporkan namun yang sangat penting adalah melaksanakan komitmen bersama dari setiap stakeholder dalam membangun rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT),” ungkap Ivan menandaskan.