JawaPos.com–Kasus kekerasan seksual terutama terhadap anak di bawah umur masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Meski telah melakukan berbagai upaya termasuk dengan mengeluarkan undang-undang, nyatanya kasus tersebut masih cukup tinggi.

Sudah sering publik dan pejabat bicara tentang hukuman berat dan hal-ihwal terkait pidana lainnya. Namun menurut Konsultan Lentera Anak Foundation Reza Indragiri Amriel, yang belum dibahas selama itu adalah tentang aspek keperdataan.

”Yang sering luput dari perhatian aparat penegak hukum dan pemerintah dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak yakni kuasa asuh orang tua atas anaknya,” tutur Reza Indragiri Amriel.

Dia menjelaskan, berdasar riset beberapa waktu lalu, ada kecenderungan hukuman dari hakim kepada terdakwa (pelaku kejahatan seksual terhadap anak) hanya sepertiga dari tuntutan jaksa. Sangat jarang hakim memberi hukuman maksimal terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

”Jadi, bisa kita bayangkan betapa mengerikannya apabila kelak setelah mengakhiri masa hukumannya, si pelaku pulang ke rumah dan kembali menjalankan kewajiban mengasuh anaknya,” ucap Reza Indragiri Amriel.

Selain proses pidana, menurut dia, semestinya dijalankan juga proses perdatanya. Yakni agar majelis hakim mencabut kuasa asuh si pelaku.

”Sehingga pelaku tidak lagi punya kewajiban mengasuh anaknya. Tersedia alasan legal untuk menjauhkan si pelaku sejauh-jauhnya dari anak yang sudah dijahatinya itu. Walau pun dia adalah ayah dari anaknya,” papar Reza Indragiri Amriel.

Dia menambahkan, langkah pencabutan kuasa asuh itu akan menyempurnakan pemberian perlindungan khusus bagi si anak yang sudah menjadi korban. Pemberian itu merupakan kewajiban sekaligus tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya.

”Nah, di samping datang ke kantor polisi untuk ikut memantau kerja-kerja pidana, Bu Menteri Bintang patutlah juga mengajukan gugatan pencabutan kuasa asuh itu,” ujar Reza Indragiri Amriel.

By admin