JawaPos.com – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, mengatakan bahwa partisipasi perempuan dalam dunia kerja sudah meningkat dibandingkan masa lampau. Namun saat ini, masih banyak hambatan bagi perempuan untuk berdaya dan berkarya di bidang yang digeluti.
Salah satu ancaman terbesar bagi perempuan adalah kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Terkait ancaman tersebut, ia menuturkan perlunya kepedulian bersama demi mewujudkan kenyamanan bekerja melalui pencegahan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja.
Ia meyakini ancaman kekerasan dapat mengakibatkan turunnya kinerja, menurunkan produktivitas, sehingga berdampak pada kelangsungan usaha dan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
“Seraya menunggu waktu pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi Undang-Undang, kami telah menyiapkan Keputusan Menaker (Kepmenaker) untuk memberikan perlindungan bagi kekerasan seksual di tempat kerja, baik bagi perempuan maupun laki-laki,” ujar dia secara daring, Minggu (6/3).
Ia menjelaskan, salah satu upaya yang juga sedang dilakukan untuk mengantisipasi hal tersebut yaitu dengan meningkatkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, menjadi Keputusan Menteri Ketenagakerjaan, yang pada tahun ini akan diselesaikan.
Menaker berpendapat, apabila DPR menyegerakan pembahasan RUU TPKS, maka Kepmenaker akan mengacu pada UU TPKS tersebut. “Jadi kami sedang menyiapkan Kepmenaker, tapi kami tetap melihat perkembangan pembahasan di DPR. Kalau molor dan tak ada kepastian waktu pengesahan, kami akan dahulukan Kepmenaker ini,” terang dia.
Meski protokoler perlindungan pekerja di tempat kerja sudah mendesak, keterbukaan informasi publik saat ini memberikan harapan adanya pengurangan atau menurunnya kekerasan di tempat kerja. “Orang sekarang semakin takut dengan ancaman sosial. Media sosial yang sangat terbuka, sangat membantu penurunan kekerasan di tempat kerja,” serunya.
Selain itu, salah satu faktor penghambat perempuan di dunia kerja adalah masih adanya gender shaming alias stereotip dan seksisme yang menjadi akar diskriminasi berbasis gender terhadap perempuan. Perilaku ini menyebabkan perempuan seringkali diremehkan di tempat kerja, dianggap sebagai penghambat dan memiliki produktivitas lebih rendah.
“Hal ini kontraproduktif dengan tujuan kita semua untuk terus meningkatkan pemberdayaan perempuan di dunia kerja, agar bisa memberikan dampak positif pada perekonomian dari level individu, keluarga hingga negara,” tutup dia.