JawaPos.com – Harga minyak dunia mengalami gejolak dalam beberapa pekan terakhir. Salah satu kontributor terbesar naiknya harga minyak mentah dunia adalah adanya invasi Rusia ke Ukraina bagian Timur, yaitu Luhansk dan Donetsk.
Jika melihat harga minyak dunia sejak awal Maret ini, terjadi kenaikan yang cukup signifikan dari sebelumnya. Harga minyak ini melonjak akibat adanya sanksi dari Amerika Serikat dan sekutu kepada Rusia.
Adapun, pergerakan minyak dunia sejak 1 Maret ini, untuk harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) ditutup pada angka USD 108,56 per barrel dan untuk jenis Brent Crude telah menembus angka USD 110,10 per barrel.
Sementara itu, pada 2 Maret jenis WTI sempat turun tipis pada pembukaan, yakni USD 108,37 per barrel hingga akhirnya ditutup dengan naik di harga USD 113,77 per barrel. Brent Crude juga turun tipis pada pembukaan pasar, yaitu USD 109,99 per barrel yang akhirnya ditutup pada angka USD 117,23 per barrel.
Lalu, untuk hari Kamis (3/3) kemarin, WTI dibuka dengan kenaikan menjadi USD 114,19 per barrel dan ditutup dengan penurunan pada harga USD 109,73. Pada jenis Brent pada pembukaan berada di angka USD 116,90 per barrel dan ditutup turun ke USD 112,2 per barrel.
Namun, terjadi kenaikan lagi pada hari selanjutnya, yakni Jumat (4/4), pada jenis Brent naik menjadi USD 118,11 per barrel atau naik sekitar 6,93 persen. Pada WTI pun sama, naik ke angka USD 115,68 per barrel atau naik 7,44 persen.
Untuk diketahui, harga penutupan pada Brent Crude ini merupakan yang tertinggi sejak Februari 2013 silam dan WTI sejak September 2008. Apabila harga ini terus melonjak, maka beban APBN Indonesia akan semakin berat.
Hal ini juga diakui oleh Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi. “Sebagai negara net importer, Indonesia sangat dirugikan dengan kenaikkan harga minyak dunia hingga mencapai USD 105 per barrel. Kenaikan ini tentunya sangat memberatkan APBN. Semakin tinggi kenaikan harga minyak, beban APBN makin berat,” terang dia kepada JawaPos.com.