JawaPos.com–Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menilai dokter keluarga memiliki peran penting dalam menekan angka stunting atau gagal tumbuh. Dokter keluarga dapat melakukan pendekatan kearifan lokal agar bisa mendekati masyarakat.
Misalnya, dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya mengonsumsi ikan kepada masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). NTT menjadi provinsi yang memiliki prevalensi angka stunting tertinggi secara nasional yaitu 37,8 persen. Padahal, daerah tersebut merupakan daerah pesisir yang dikelilingi laut dengan hasil tangkap ikan yang sangat besar.
Bukan hanya NTT, beberapa daerah lain juga diketahui masih memiliki angka stunting tinggi atau berada di atas angka rata-rata nasional. Seperti Sulawesi Barat 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, Nusa Tenggara Barat 31,4 persen, dan Sulawesi Tenggara 30,2 persen.
”Saya kira inilah pentingnya bagi kita menyatukan dan menyinkronkan antara program-program stunting ini dengan budaya setempat. Saya harap kita akan bisa menyiapkan kualitas kehidupan keluarga menjadi lebih baik dan semakin memperkuat intervensi penurunan stunting,” kata Muhadjir kepada wartawan, Minggu (6/3).
Muhadjir menuturkan, upaya menurunkan stunting telah menjadi salah satu program pembangunan manusia di sektor paling hulu. Karena itu, seluruh pemangku kepentingan harus semaksimal mungkin mencapai target 14 persen pada 2024.
”Persoalan stunting ini kompleks dan memerlukan banyak perhatian. Peran dokter keluarga diharapkan tidak hanya fokus pada penanganan stunting, tapi kalau bisa juga sampai persiapan perkawinan,” jelas Muhadjir.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan dalam kurun satu tahun penurunan stunting harus mencapai 3 sampai 3,5 persen. Data menunjukkan, penurunan prevalensi stunting belum terlalu signifikan sejak 2013 yaitu 37,2 persen, pada 2018 (30,8 persen), 2019 (27,7 persen), 2020 (26,9 persen), dan 2021 (24,4 persen).