JawaPos.com – Dualisme Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dianggap menyisakan sejumlah masalah, terutama bagi kelompok pengusaha. Dengan dualisme tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Atas dasar itu, praktisi Hukum, Arif Edison bersama Jimly Asshiddiqie memutuskan meluncurkan Indonesia International Arbitration Center (INIAC). Yayasan ini dibentuk untuk memberikan kepastian hukum bagi para pengusaha.
Ketua INIAC, Arif Edison mengatakan, dualisme BANI memicu munculnya kerugian besar untuk investor dan pengusaha. Seperti halnya yang dialami oleh Maybank saat bersengketa dengan PT Reliance, Tbk.
Kasus ini bergulir sejak 2017 dan belum tuntas sampai dengan sekarang. Singkat cerita kasus ini yang awalnya memiliki nilai kerugian sekitar Rp 350 miliar, melonjak drastis menjadi Rp 2 triliun setelah lahirnya putusan kembar sebagaimana dikutip dari buku Twin Arbitration karya Arif Edison sendiri.
“INIAC hadir membawa solusi yang sangat dibutuhkan oleh pengusaha, yaitu kepastian. Setiap pengusaha butuh kepastian, dan tentunya tenaga profesional yang ada di INIAC sangat menjamin, karena banyak sekali pakar dan arbiter profesional asing yng tersebar di 5 benua,” kata Arif kepada wartawan, Minggu (6/3).
Arif mengatakan, INIAC telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). INIAC juga memiliki banyak keunggulan.
“Biaya yang sangat terjangkau kurang lebih separuh dari biaya di BANI, dengan kualitas penanganan yang lebih cepat kurang lebih hanya 3 sampai 6 bulan untuk penyelesaian perkara, 2 kali lipat lebih cepat dari arbitrase Singapura, SIAC, dengan putusan arbitrase yang dapat di eksekusi hampir di seluruh dunia” imbuhnya.
Selain itu, INIAC juga tidak membolehkan ketuanya menjadi (majelis) arbiter/hakim yang memeriksa kasus. Ini merupakan hal baru di budaya peradilan Indonesia. Di mana setiap Ketua lembaga atau institusi peradilan bisa menjadi Majelis Hakim.
“Termasuk Ketua BANI bahkan sering menjadi arbiter yang menangani kasus. Sedangkan di INIAC ketuanya tidak boleh campur tangan, dan tidak bisa bersinggungan dengan kasusnya. Karena kepengurusan hanyalah untuk melayani organisasi secara profesional,” ucap Arif.
INIAC juga menerapkan sistem peradilan daring yang menjauhkan dari praktik korupsi. Sebab, para arbiternya yang tersebar di banyak negara dengan sendirinya akan mempersulit perjumpaan fisik antara arbiter dengan pihak yang bersengketa.
“Yang pasti INIAC menawarkan layanan berkualitas bintang 5 dengan harga kaki 5, yang paling penting adalah bisa mempromosikan kepastian hukum di Indonesia ke dunia asing, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor maupun pengusaha asing untuk masuk dan berbisnis di Indonesia,” pungkas Arif.
Selanjutnya INIAC akan mengedepankan pelatihan dan standarisasi Alternatif Penyelesaian Sengketa bisnis baik untuk profesional maupun pengusaha.