LPSK: Jangan Lagi Ada Pelapor Korupsi Dijadikan Tersangka

JawaPos.com – Kasus Nurhayati, pelapor kasus korupsi yang sempat ditetapkan sebagai tersangka, bakal menghadapi titik balik. Nurhayati bakal bebas dari jerat hukum dengan penerbitan surat keterangan penghentian penuntutan (SKPP). Sebaliknya, jaksa yang memberikan petunjuk untuk menetapkan Nurhayati menjadi tersangka bakal diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kesimpulan akan diterbitkannya SKPP itu merupakan hasil pertemuan antara Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dan Jampidsus Febrie Adriansyah dan Jampidum Fadil Zumhana. Kabareskrim Komjen Agus menjelaskan, pertemuan tersebut dilakukan setelah gelar perkara kasus Nurhayati. ”Membahas P-21 (dinyatakan lengkap, Red) terhadap berkas perkara Nurhayati,” tegasnya.

Dalam pertemuan tersebut, Kejagung sepakat dengan hasil gelar perkara. Yakni, tidak ditemukan cukup bukti untuk menetapkan Nurhayati sebagai tersangka dugaan korupsi dana desa. ”Kejagung juga sepakat bahwa penetapan tersangka itu atas petunjuk dari jaksa,” terang dia.

Menurut Agus, dengan kejadian tersebut, Kejagung akan melakukan pemeriksaan di Kejari Cirebon. Setelah pemeriksaan itu, Kejagung akan meminta perkara Nurhayati yang telah lengkap atau P-21 dilimpahkan ke Kejati Jawa Barat. ”Kejati Jabar ini yang akan menerbitkan SKPP karena tidak cukup bukti,” ucapnya kemarin.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengapresiasi langkah penegakan hukum itu. LPSK juga setuju dengan sikap pemerintah. ”Memang seharusnya begitu. Korban dan pelapor itu dilindungi oleh undang-undang,” tutur dia. Keputusan Polri dan sikap pemerintah yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD, kata Edwin, sesuai dengan amanat undang-undang.

Bahkan, tidak sekadar dilindungi, Edwin mengungkapkan bahwa pelapor kasus korupsi berhak atas reward atau penghargaan dari negara. Untuk itu, dia berharap tidak ada lagi yang mengalami hal serupa dengan Nurhayati. Dia meminta penyidik dan jaksa tidak melulu menggunakan pendekatan pidana. ”Penyidik seharusnya menyadari, tidak semua kesalahan itu harus dipidana,” beber dia. Jangan pula mereka menjadikan tersangka sebagai target pencapaian prestasi kerja.

Nurhayati, lanjut Edwin, memang bisa saja salah. Namun, kesalahannya bukan pidana. ”Kesalahan administrasi saja,” kata dia. Lebih dari itu, Nurhayati juga tidak memiliki mens rea atau niat jahat. ”Kalau punya niat jahat, ngapain lapor ke BPD (badan permusyawaratan desa, Red) sampai dua kali?” tambahnya.

By admin