JawaPos.com – Aspek kesehatan lingkungan menjadi konsentrasi kebijakan Pemkot Surabaya. Pada Juli mendatang, Perwali 110/2021 tentang Kawasan tanpa Rokok (KTR) mulai diberlakukan. Dalam aturan itu, warga hingga pengusaha bisa dikenai sanksi bila melanggar ketentuan tentang kawasan bebas rokok.
Peraturan tersebut merupakan tindak lanjut dari Perda 2/2019 tentang KTR. Memang dibutuhkan waktu cukup lama hingga pedoman penerapan kebijakan itu diturunkan. Sebab, banyak aspek dan cakupan penerapan kebijakan yang luas.
Dalam perwali tersebut diatur detail kawasan bebas rokok. Di antaranya, sarana kesehatan, tempat kegiatan belajar-mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, angkutan umum, dan tempat kerja.
Kadinkes Surabaya Nanik Sukristina menyebut KTR sebagai bagian dari aspek kesehatan masyarakat yang harus ditegakkan karena berimplikasi pada kesehatan warga Surabaya. Masalah kesehatan yang muncul juga berdampak ke lingkungan sekitar.
Hal itu berkaitan dengan perokok pasif yang justru menerima dampaknya. ”Rokok merupakan salah satu penyebab utama terjadinya gangguan kesehatan,” katanya.
Karena itu, untuk mempertegas penegakan perda, dalam perwali juga ditetapkan sanksi yang bisa dijatuhkan kepada pelanggar KTR. Mulai teguran tertulis, denda, hingga pencabutan izin bagi pelaku usaha.
Misalnya, untuk warga yang melanggar, sanksinya dimulai dengan teguran tertulis. Lalu, denda administratif dengan nilai mencapai Rp 250 ribu. Dan, paksaan untuk kerja sosial.
Pelaku usaha yang melanggar dapat diberi teguran tertulis, kegiatannya dihentikan sementara, denda administratif, dan terakhir izin dicabut. Besaran denda disesuaikan dengan besarnya usaha.
Dalam regulasi itu diatur pula penyediaan tempat khusus merokok. Tempat-tempat publik wajib menyediakan sarana tersebut. Itulah cara untuk meminimalkan dampak lingkungan dari aktivitas tersebut.
Sosialisasi sudah dilakukan dinkes. Baik di lingkungan kerja Pemkot Surabaya maupun di instansi, lembaga, hingga pelaku usaha. ”Kami sosialisasikan ke semua tempat. Termasuk ke perguruan tinggi untuk bisa menjadi contoh dalam penerapan kebijakan itu,” ujar Kepala Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinkes Surabaya Saefuddin Zuhri.
Dalam aktivitas proyek pemerintah, KTR merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan. Secara mutlak, memang di bangunan pemerintah yang merupakan bagian tempat publik tidak tersedia KTR.
”Hal ini seperti sebuah nilai paten saat pembangunan dilakukan pemkot. Asumsinya, semua sarpras Pemkot Surabaya adalah KTR. Dalam pelaksanaannya, tidak ada pertimbangan pemberian fasilitas itu,” jelas Kabid Bangunan Gedung DPRKPP Surabaya Iman Krestian Maharhandono.