Ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina yang memanas mengerek harga logam mulia. Sejumlah pengamat memproyeksikan harga emas menembus Rp 1 juta per gram. It’s time to buy.
—
PERENCANA keuangan Finansialku Ngurah Mustakawan menyebutkan bahwa emas merupakan instrumen investasi yang nilainya akan naik ketika terjadi sesuatu yang luar biasa. Misalnya, pandemi, krisis keuangan, dan perang. Dia mencontohkan agresi militer Rusia kepada Ukraina yang terjadi pekan ini. Ditambah, pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir.
’’Ketika situasi memburuk, investor cenderung memilih emas untuk menjaga nilai uangnya,’’ kata Ngurah kepada Jawa Pos Kamis (24/2).
Permintaan yang tinggi tersebut membuat harga semakin melambung. ’’Emas overvalue agak sulit, ya. Karena tidak ada dasar acuan harga idealnya,’’ imbuhnya.
Semula, mayoritas pengamat dan perencana keuangan memproyeksikan harga logam mulia flat sepanjang 2022. Alasannya, tahun ini menjadi periode pemulihan ekonomi global pascapandemi Covid-19. Sejumlah negara maju telah melakukan normalisasi kebijakan fiskal dan moneternya.
’’Adanya konflik Rusia-Ukraina tentu di luar perkiraan yang membuat harga emas meningkat,’’ tuturnya.
Menurut Ngurah, emas bisa digunakan sebagai instrumen untuk menyimpan dana darurat. Sebab, nilainya juga tidak terlalu fluktuatif. Idealnya berinvestasi emas tidak untuk jangka pendek. ’’Minimal 5 sampai 10 tahun ke depan,’’ ucapnya.
Meskipun demikian, lanjut dia, keputusan untuk berinvestasi tentu menyesuaikan kebutuhan dan target keuangan setiap individu. Sebab, harganya tidak akan naik signifikan dalam jangka pendek ketika situasi ekonomi maupun dunia baik-baik saja.
’’Pastikan dulu tujuan keuangan. Jangka pendek, menengah, atau panjang. Kalau jangka panjang, saya sarankan untuk emas. Kalau jangka pendek, jangan emas. Karena antara harga beli dan jual emas, ada margin yang cukup lumayan spread-nya. Itu yang harus diperhatikan,’’ jelas pria asal Bali tersebut.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebutkan bahwa saat ini merupakan waktu untuk membeli emas. Sebab, tidak ada yang tahu sejauh mana eskalasi konflik Rusia dan Ukraina. ’’Dan, apakah ini akan berakhir dengan intervensi Amerika Serikat? Berarti akan membuat investor mencari safe haven lebih gencar lagi. It’s time to buy,’’ ujarnya saat dihubungi Jumat (25/2) malam.
Apalagi, Rusia tercatat sebagai negara penghasil emas terbesar ketiga di dunia. Produksinya bisa mencapai 310 MT (metrik ton). Lulusan University of Bradford itu memperkirakan harga emas sangat mungkin menembus Rp 1 juta per gram. Meskipun, ada sejumlah faktor yang patut diperhatikan. Yakni, kecepatan transmisi inflasi dan kenaikan suku bunga yang memengaruhi harga emas di dalam negeri.
Tantangan di 2022 adalah kenaikan inflasi yang dapat mencapai 5 persen. Artinya, potensi investasi emas kian menarik. Risiko tapering off yang dilakukan bank sentral AS juga berdampak terhadap volatilitas nilai tukar maupun indeks saham di negara berkembang (emerging market). Termasuk Indonesia.
’’Sebagai safe haven, emas dinilai memiliki ketahanan di saat ketidakpastian ekonomi masih tinggi. Secara global, emas tetap akan menjadi instrumen menarik. Karena setelah pandemi, kepastian geopolitik menambah rally harga emas cukup tinggi,’’ terangnya.
Dalam tiga tahun terakhir, nilai emas Antam telah meningkat 40,7 persen. Sementara itu, indeks saham hanya naik 14,8 persen pada periode yang sama. Karena itu, emas relatif masih menghasilkan profit yang memuaskan.
PERGERAKAN HARGA LOGAM MULIA SEPEKAN TERAKHIR
Emas Antam
– 21 Februari: Rp 972 ribu per gram
– 22 Februari: Rp 972 ribu per gram
– 23 Februari: Rp 969 ribu per gram
– 24 Februari: Rp 994 ribu per gram
– 25 Februari: Rp 975 ribu per gram
Sumber: goldprice.org, logammulia.com