LIRIK melankolis yang jujur plus suara yang kaya emosi menjadi kekuatan musisi asal Irlandia JC Stewart. Di bio akun media sosial maupun layanan streaming, JC juga menegaskan itu. Dia menggambarkan dirinya sebagai seorang sad boy profesional. Namun, perjalanan karier musisi berusia 25 tahun itu jauh dari sedih. Tahun ini saja, JC disibukkan dengan banyak hal. Dari tur, kolaborasi, sampai calon single baru. Berikut wawancara Jawa Pos dengan musisi asal Irlandia itu pada pertengahan pekan lalu.

Jawa Pos (JP): Di media sosial, kamu mem-branding diri sebagai seorang professional sad boy. Gimana, sih, awal titel itu lahir?

JC Stewart (JCS): Pada dasarnya, aku enggak sedih terus-terusan. Cuma musikku yang sedih. Saudara cewekku mendengar laguku dan dia tanya ’Kamu bohong, kan, waktu sedih? Kamu cuma sedih buat cari uang, kan? Kamu tuh sad boy profesional’. Dan aku terpikir, oke, itu bakal jadi bio Twitter-ku.

JP: Lalu, seperti apa kamu meracik mood lagu-lagumu? Apakah liriknya lahir dari emosi yang kamu alami?

JCS: Tentu saja, selalu. Itulah yang bisa kulakukan untuk bermusik. Aku mencoba mengidentifikasi emosiku sendiri, lalu mewujudkannya di laguku. Semua laguku berangkat dari pengalaman pribadi.

JP: Karena dari pengalaman pribadi, apakah ada lagu yang sulit banget kamu tulis?

JCS: Loud. Lagu itu memang bukan single yang besar, tapi lagu itu kutulis di awal pandemi Covid-19. Lagu tersebut adalah yang pertama kutulis setelah sekitar empat bulanan stuck di tengah masa yang sangat sulit itu. Liriknya –aneh, sih– enggak terlalu banyak, cuma beberapa kalimat. Namun, kurasa mampu merangkum apa yang ingin kusampaikan selama berbulan-bulan. Aku sangat bangga dengan lagu itu dan akan selalu bangga.

JP: Di tahun ini, akhirnya kamu juga bakal melaksanakan tur. Seperti apa perasaanmu?

JCS: Yup, ini adalah tur pertamaku sebagai headliner! Aku harus menunda beberapa kali (tur konser) gara-gara Covid-19. Aku antusias banget, tapi juga takut. Senang banget pastinya karena bakal ketemu dengan orang-orang yang suka musikku dan hanya interaksi di internet. Aku selalu suka tampil di show. Namun, biasanya aku tampil sebagai opening, musisi pendukung, atau di festival. Hal itu jelas lebih gampang karena orang-orang pasti datang dan mendengarkan kalian, bagaimanapun. Tetapi, sebagai headliner, semua perhatian bakal ada padamu sekarang.

JP: Orang-orang kenal kamu gara-gara video parodi opening Friends dua tahun lalu, yang dapat like dari Jennifer Aniston. Sempat capek atau jenuh nggak, disebut ’anak parodi viral’?

JCS: Gimana ya… Enggak sih, hal itu justru jadi cara bagus yang membuatku tahu gimana internet bekerja. Aku enggak ngeluarin banyak effort untuk lagu itu. Nyanyi iseng-iseng saja 20 detik. Tetapi, video itu justru membawa hal baik buatku. Video itu jadi pintu pembuka banyak hal di hidupku. Konyol juga sih kalau dipikir.

JP: Sekarang kamu tergabung dengan label besar yang menangani promosi di Asia. Menurutmu, ada bedanya nggak, pendengar Asia dengan Eropa atau Amerika Serikat?

JCS: Ini menarik, sih. Aku belum pernah ke Asia secara langsung. Tapi, dari pengalamanku online, orang-orang di sana lebih sering mengeksplorasi musik. Mereka memberikan kesempatan buat musisi-musisi yang namanya belum terlalu dikenal. Jadi, aku senang banget saat laguku diterima banget di sana. Aku ingat ada (pendengar) Malaysia, Indonesia… Aku enggak melakukan apa pun, kalianlah –para pendengar– yang membuat karyaku dikenal lebih luas. Di telinga pendengar Asia, kurasa piano ballad dan lagu sedih paling disukai.

JP: Seandainya dapat kesempatan menulis lagu buat musisi lain atau untuk film dan serial, kamu ingin menulis untuk siapa?

JCS: Aku pengen nulis untuk Justin Bieber, Lizzo… Kalau untuk film, aku ingin menulis lagu untuk film apa pun. Tetapi, kalau ditanya serial, aku suka banget soundtrack-nya Euphoria (serial remaja HBO). (*)

By admin