JawaPos.com – Desakan untuk memberi perlindungan terhadap pelapor tindak pidana korupsi yang menjadi tersangka terus mengemuka. Hal ini setelah mantan Bendahara Keuangan di Desa Citemu, Cirebon, Jawa Barat, Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka.
Padahal, melaporkan dugaan tindak pidana korupsi Dana Desa tahun anggaran 2018-2020 yang dilakukan oleh Kepala Desa Citemu. Peristiwa hukum ini akan menjadi preseden buruk bagi peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengharapkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera menyelesaikan sengkarut koordinasi antara Kejaksaan Negeri Cirebon dan Polres Cirebon dengan cara melakukan koordinasi dan supervisi. Terlebih, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango sudah bersikap terkait viralnya kasus tersebut.
“Hal ini bisa dilakukan KPK dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 102 tahun 2020 (Perpres 102/2020) tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang di dalamnya memuat kewenangan KPK untuk mengawasi proses penanganan perkara korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan dan Kepolisian,” kata Kurnia dalam keterangannya, Rabu (23/2).
Kurnia menegaskan, sejatinya peran serta masyarakat dalam melaporkan dugaan korupsi telah dilindungi sejumlah peraturan perundang-undangan. Menurutnya, masyarakat memiliki hak untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap kinerja para penyelenggara negara.
Hal ini dilakukan untuk memastikan penyelenggaran negara dapat berjalan bersih dan bebas dari korupsi. Setidaknya terdapat tiga peraturan perundang-undangan yang menjamin peran serta masyarakat, antara lain Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK), Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Tiga regulasi di atas setidaknya menunjukkan bahwa negara menjamin keamanan masyarakat ketika melapor kasus korupsi. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption, UNCAC), tepatnya Pasal 13 yang mengamanatkan kepada setiap negara peserta, termasuk Indonesia, agar meningkatkan partisipasi aktif dari perseorangan maupun kelompok di luar sektor publik dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,” beber Kurnia.
Oleh karena itu, lanjut Kurnia, ICW menilai pemberangusan peran serta masyarakat berpotensi besar melanggengkan praktik korupsi. Dalam konteks korupsi dana desa misalnya, berdasarkan catatan Tren Penindakan Korupsi ICW semester I Tahun 2021, sektor dana desa paling rawan dikorupsi dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 35,7 miliar.
Hal ini juga sejalan dengan data yang menyatakan bahwa lembaga yang paling sering ditangani oleh aparat penegak hukum adalah pemerintahan desa. Selain itu, aparatur desa juga masuk dalam 10 besar aktor paling banyak terjerat kasus korupsi.
“Atas kondisi buram ini, bukan tidak mungkin sektor dana desa akan semakin menjadi ladang basah korupsi,” cetus Kurnia.
Terpisah, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan, pihaknya telah menugaskan Direktorat Korsup wilayah II yang meliputi wilayah Jawa Barat untuk berkoordinasi mencari informasi terkait penetapan tersangka terhadap Nurhayati. KPK masih menunggu langkah-langkah koordinasi yang dilakukan jajarannya.
“Direktorat Korsup wilayah II antara lain meliputi wilayah Provinsi Jawa Barat, kami masih menunggu langkah-langkah koordinasi yang dilakukan tim korsup dengan APH terkait,” ujar Nawawi, Selasa (22/2) kemarin.
Nawawi tak memungkiri, kinerja pemberantasan korupsi sangat memerlukan peran masyarakat. Karena, strategi pemberantasan korupsi di Indonesia hanya dapat diwujudkan dengan peran serta masyarakat.
Menurut Nawawi, KPK mempunyai kewenangan istimewa dengan melakukan supervisi setiap kasus pemberantasan korupsi. Lembaga antirasuah bisa melakukan telaah dan penelitian terhadap setiap perkara korupsi.
Oleh karena itu, Pimpinan KPK berlatar belakang Hakim ini mengharapkan semangat pemberantasan tindak pidana korupsi tetap memperhatikan kaidah-kaidah hukum, seperti pemaknaan terhadap whistle blower dan justice collaborator, yang mengacu pada UNCAC 2003 yang juga telah diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006.
“Juga dalam UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta juga SEMA Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator),” ungkap Nawawi menandaskan.