JawaPos.com–Hari ini (22/2), merupakan hari kedua perajin tempe dan tahu mogok produksi. Alhasil, tempe dan tahu langka ditemukan di Kota Surabaya.
Dari pantauan JawaPos.com, pada Senin (21/2) malam, tempe dan tahu sulit ditemukan di Pasar Jagir Wonokromo. Hanya ada segelintir penjual yang menyediakan dua makanan olahan itu.
Salah satunya adalah Afifah. Malam tadi (21/2), dia hanya menjual beberapa potong tahu yang diletakkan dalam baskom. Tahu dengan kemasan plastik tak lagi dijual. Begitu juga dengan tempe berkemasan plastik maupun daun pisang.
”Mulai hari ini nggak ada tempe dan tahu. Infonya sampai seminggu ke depan,” kata Afifah.
Harga sepotong tahu berukuran 2×2 cm pun melonjak dibandingkan sebelumnya. Biasanya, harga sepotong tahu berkisar Rp 1.000 hingga Rp 1.500. ”Harganya Rp 2.000. Naik, harga kulak (beli) juga tinggi soalnya,” ujar Afifah.
Hal serupa ditemukan di Pasar Genteng Surabaya pada Selasa (22/2). Berbeda dengan Pasar Jagir Wonokromo, masih ada beberapa potong tempe dengan kemasan plastik yang dijual.
Ghofur R., pengrajin tempe di Kampung Tempe Tenggilis menyatakan mogok produksi sejak Minggu (20/2). Dia juga mendengar kekecewaan pelanggan.
”Memang sudah nggak produksi sejak 2 hari lalu. Jadi kemarin sudah nggak ada di pasar. Pelanggan responsnya kecewa,” kata Ghofur pada Selasa (22/2).
Mogok produksi itu diharapkan mampu menggugah pemerintah. Sehingga pemerintah turu tangan membantu perajin tempe mengatasi tingginya harga kedelai.
”Tiap tahun terjadi terus. Mau sampai kapan kita menyiasati ukuran tempe sesuai dengan harga kedelai? Sekarang kedelai per kilogram itu Rp 11.000,” papar Ghofur.
Mahalnya harga dan kelangkaan kedelai, lanjut Ghofur, terjadi tiap tahun. ”Tiap tahun terjadi (masalah yang sama). Kesal kok tiap tahun begini. Nggak ada tindakan pemerintah. Tahun 1986 kita bisa swasembada kenapa sekarang nggak bisa, padahal teknologi lebih maju,” kata Ghofur.
Dia menjelaskan, sebelum mogok, bias memproduksi tempe dengan ukuran sekitar 2 meter x 23 cm. Per amben, Ghofur bisa mendapatkan 70 potong.
”Sekarang jadi 50 potong. Dulu harganya Rp 75.000 sekarang Rp 90.000. Jadi memang makin kecil. Tapi kalo dikalkulasi juga keuntungannya sangat tipis meski sudah diperkecil,” ucap Ghofur.