SAAT begitu banyak orang kesulitan mendapatkan, 1 juta kilogram minyak goreng diketahui ditimbun di Deli Serdang, Sumatera Utara. Bahkan, Kepala Satgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika menyebutkan bahwa pihaknya menemui dugaan penyelewengan komoditas tersebut di sejumlah provinsi lain.
Bagaimana perkembangan kasus dugaan penimbunan minyak goreng?
Satgas Pangan Polri turun ke semua wilayah untuk mengecek produksi dan distribusi minyak goreng. Hasilnya, ditemui dugaan penyelewengan di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Makassar.
Ada perbedaan tiap kasus yang ditemui. Apa saja perbedaannya?
Untuk di Sumatera Utara, ada beberapa titik, masih diduga penimbunan. Namun, belum bisa disimpulkan. Untuk di Jawa Tengah pemalsuan minyak goreng, di Makassar (Sulawesi Selatan) terdapat penyalahgunaan minyak goreng curah untuk industri. Padahal, minyak goreng curah itu seharusnya untuk kebutuhan rumah tangga.
Mengapa belum bisa memastikan terjadinya penimbunan?
Kalau masyarakat umum menemui minyak goreng di suatu tempat, sudah menyimpulkan terjadi penimbunan. Tapi, berbeda dengan Satgas Pangan Polri yang harus menyimpulkan berdasar data. Seperti yang diatur dalam Perpres 71/2015 tentang Penetapan Harga dan Penyimpanan Kebutuhan Pokok dan Barang Penting diketahui bahwa penimbunan itu bila penyimpanannya lebih dari tiga bulan. Lalu, perlu juga mencocokkan antara penjualan per hari selama tiga bulan dan stok yang disimpan. Misalnya, biasanya stoknya 1 kilogram, tapi ternyata ditemukan stok 3 kilogram, ini baru bisa dikatakan penimbunan. Tapi, kalau hanya lebih sedikit, juga belum bisa dikatakan penimbunan.
Bagaimana dengan alasan pengusaha membeli minyak goreng sudah di atas HET?
Nah, perlu diketahui bahwa pemerintah telah membuat kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng. Minyak goreng kemasan premium Rp 14 ribu, kemasan sederhana Rp 13.500, dan minyak goreng curah Rp 11.500. Ada juga kebijakan rafaksi harga atau retur apabila sudah membeli minyak goreng dengan harga lebih mahal sebelum kebijakan HET. Ini solusinya untuk itu.
Seberapa jauh Satgas Pangan Polri mendalami berbagai kasus minyak goreng?
Penyidik berupaya mengetahui niat pelaku. Apakah hanya ingin mendapatkan keuntungan atau justru tidak mengetahui bahwa ada aturan pemerintah. Misalnya, kasus di Makassar, perlu dilihat apakah pengusaha mengetahui bahwa ada kebijakan domestic market obligation (DMO). Salah satunya minyak goreng curah itu hanya untuk kebutuhan rumah tangga.
Siapa saja yang akan diperiksa terkait dengan kasus minyak goreng?
Semua akan diperiksa, dari regulator hingga distributor. Akan dilihat dari mana minyak goreng, berapa jumlahnya, statusnya bagaimana, siapa pemilik gudangnya, dan sebagainya. Yang pasti, pengusaha diminta jangan pernah menghambat distribusi minyak goreng karena Satgas Pangan Polri terus mengawasi dari produksi hingga distribusi se-Indonesia.
Apakah ada kartel minyak goreng?
Kami belum bisa menyimpulkan adanya kartel atau monopoli. Semua data masih dikumpulkan untuk mengetahui peristiwa di Sumut, Makassar, dan lainnya. Setelah disimpulkan, baru bisa dilihat ada kartel atau monopoli atau tidak. Belum sampai titik itu.