JawaPos.com – Sekolah mulai melangsungkan pembelajaran tatap muka (PTM) dengan kapasitas 25 persen siswa per kelas Senin (21/2). Format PTM itu berlangsung di jenjang SD dan SMP. Pengurangan kapasitas PTM tersebut sesuai dengan instruksi Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya.
Pantauan Jawa Pos, PTM berlangsung lancar. Mayoritas sekolah menerapkan PTM 25 persen dalam dua sesi. Jenjang SD, misalnya, diatur dua jam per sesi. PTM sif pertama berlangsung pukul 07.00 sampai 09.00. Sesi kedua digelar pukul 09.30‒11.30. Untuk jenjang SMP, durasi belajar diatur tiga jam. Sesi pertama pukul 06.30 hingga 09.30.
Dilanjutkan gelombang kedua pukul 10.00 hingga 13.00. ’’Sama sekali tidak ada kerumunan karena kan jumlah siswa PTM diperkecil,’’ kata Kepala SDN Kaliasin I Surabaya Sastro.
Meski begitu, PTM dengan kapasitas 25 tidak terlepas dari catatan. Salah satunya, tingkat kehadiran atau keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran. Senin, contohnya, lebih dari 15 persen siswa tidak masuk PTM. Alasan utama tentu kondisi kesehatan. Siswa yang kurang fit diperbolehkan tidak masuk sekolah.
’’Banyak yang tidak masuk hari ini (Senin, Red) karena faktor kesehatan,’’ ucap Sastro.
Memang, selama pandemi siswa diberi kelonggaran. Mereka boleh memilih opsi untuk ikut PTM atau pembelajaran secara virtual.
Itu bisa terjadi selama kondisi kesehatan anak didik tidak memungkinkan untuk mengikuti. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menghindari penularan Covid-19 di dalam area sekolah.
’’Guru selalu berkoordinasi dengan wali murid. Memantau bagaimana kesehatan anak-anak,’’ ujar Sastro.
Bukan cuma kehadiran siswa saat sekolah tatap muka. Tingkat keikutsertaan siswa ketika mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) juga menjadi persoalan. Sering kali tingkat kehadiran siswa cukup rendah.
’’Dalam satu kelas sering ada siswa yang tidak ikut virtual,’’ kata guru pelajaran IPA SMPN 3 Surabaya M. Lutfi.
Guru pun, lanjut dia, tidak bisa menunggu lama. Ketika jam belajar-mengajar dimulai, para guru akan langsung memulai kegiatan mengajar secara online. Berapa pun jumlah siswa yang ikut. Sebab, para guru dikejar waktu.
’’Karena begitu jam habis, akan diganti guru lain. Kalau harus menunggu sampai siswa full baru mulai (mengajar, Red), waktu keburu habis,’’ jelas Lutfi.
Namun, pihaknya berusaha untuk mematuhi aturan. Kebijakan pemerintah harus dilaksanakan. Para guru, sambung dia, selalu ingin mengajar secara inovatif dan metode pembelajaran yang mengedepankan kualitas dan ketercapaian tujuan pendidikan nasional.
’’Kami tidak bisa memilih. Apa pun kebijakan pemerintah harus kita laksanakan,’’ ujar wakil kepala SMPN 3 Surabaya itu.
Kadispendik Kota Surabaya Yusuf Masruh tidak mempersoalkan kondisi itu. Menurut dia, situasi pembelajaran selama masa pandemi seperti sekarang harus dimaklumi guru. Sebab, faktor kesehatan tetap harus diutamakan. Siswa maupun guru yang kondisi kesehatannya tidak maksimal diminta untuk tidak datang ke sekolah.
’’Keamanan dan keselamatan warga sekolah yang utama. Terutama siswa. Harus ada izin dari orang tua,’’ kata Yusuf.