JawaPos.com – Ombudsman RI mengungkapkan sederet persoalan yang menyebabkan kelangkaan harga minyak goreng di pasar tradisional maupun ritel modern. Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, terdapat dugaan praktik penyusupan minyak goreng yang dilakukan oleh karyawan supermarket atau minimarket dari gudang ke pedagang pasar tradisional.
“Karyawan retail modern menjual ke luar dari gudang ke pedagang retail tradisional,” ujar Yeka dalam konferensi pers pada Selasa (22/2).
Ombudsman melanjutkan, terdapat beberapa agen distributor yang menjual langsung stok minyak goreng kepada pedagang retail dan pasar tradisional dengan harga di atas harga eceran tertinggi (HET). Hal tersebut terjadi di tujuh provinsi, yakni Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.
Selain itu, pihaknya juga menemukan adanya pembatasan pasokan minyak goreng. Stok di supermarket di dalam gudang dan tidak ditampilkan di etalase. Bahkan, pihaknya mencatat ada agen distributor yang menghentikan pasokannya kepada toko retail modern. Hal tersebut terjadi juga di tujuh provinsi yang mencakup Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jambi, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.
“Di toko fisik tidak ada, tapi di e-commerce ada, padahal yang melayani adalah toko yang sama,” ucapnya.
Yeka mengatakan, pihaknya akan segera melaporkan hal tersebut ke Satgas Pangan. Nantinya, satgas yang akan menentukan apakah praktik-praktik yang terjadi tersebut tergolong upaya penimbunan.
“Karena definisi penimbunan ini ada pada area yang abu-abu,” imbuhnya.
Ombudsman menyebut, stok minyak goreng dari Aceh sampai Papua masih langka. Hal tersebut diduga karena para agen dan distributor membatasi pendistribusian minyak goreng sebagai respons atas regulasi pemerintah yang berganti-ganti.
Yeka menambahkan, para pedagang minyak goreng di ritual dan pasar tradisional memiliki tingkat kepatuhan yang rendah terhadap HET. Masing-masing hanya 10,19 persen dan 12,8 persen. Sedangkan di pasar modern atau mal dan retail modern, angka kepatuhannya 69,8 persen dan 57,14 persen.