JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset milik Bupati nonaktif Probolinggo, Puput Tantriana Sari yang diduga dari hasil korupsi. Aset yang disita berupa tanah dan bangunan mencapai Rp 50 miliar.
Penyitaan ini dilakukan, lantaran KPK sedang mengusut sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Puput Tantriana Sari dan suaminya mantan Anggota DPR RI Fraksi Nasdem, Hasan Aminuddin.
“Dalam perkara dugaan TPPU atas nama PTS dkk sejauh ini tim penyidik KPK telah melakukan penyitaan berbagai tanah dan bangunan, serta aset nilai ekonomis lainnya dengan jumlah seluruhnya senilai sekitar Rp 50 miliar,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (22/2).
Saat ini tim penyidik KPK masih terus melengkapi bukti dan menelusuri lebih jauh dugaan aset para tersangka dari hasil tindak pidana korupsi. Dia menegaskan, penyeleaaian perkara ini dibutuhkan peran serta masyarakat.
“Untuk itu bagi yang mengetahui informasi atas dugaan kepemilikan aset para tersangka dimaksud silahkan dapat sampaikan kepada KPK melalui call center 198 maupun saluran resmi KPK lainnya,” ucap Ali.
KPK sebelumnya juga telah menyita aset berupa tanah dan bangunan senilai Rp 7 miliar milik Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin. Adapun sejumlah aset yang disita KPK itu di antaranya, tanah dan bangunan yang berlokasi di Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan Kabupaten Probolinggo; tiga bidang tanah yang berlokasi di Desa Karangren Kecamatan Krejengan Kabupaten Probolinggo; satu bidang tanah yang berlokasi di Kelurahan / Desa Alaskandang Kecamatan Besuk Kabupaten Probolinggo dan satu bidang tanah yang berlokasi di Desa Sumberlele Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo.
KPK memastikan, tim penyidik masih terus melakukan penelusuran dan mencari aset-aset lainnya yang diduga milik Puput dan suaminya Hasan Aminuddin. Diduga masih ada aset lainnya yang disimpan menggunakan indentitas tertentu.
“Melakukan penelusuran dan pencarian aset yang menggunakan identitas pihak-pihak tertentu dengan maksud untuk mengaburkan asal usul sumber dana yang digunakan dalam melakukan pembeliannya,” tegas Ali.
Dalam perkaranya, Puput dan Hasan terlebih dulu terjerat dalam perkara dugaan suap jual beli jabatan di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. KPK juga menetapkan 20 orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait seleksi atau jual beli jabatan penjabat kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021. KPK menyebut, total tarif untuk menjadi kepala desa di pemerintahan Kabupaten Probolinggilo sebesar Rp 25 juta perorangan.
Adapun tarif untuk menjadi Pejabat Kepala Desa sebesar Rp 20 juta, ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta/hektar.
Puput dan Hasan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Camat Krejengan, Doddy Kurniawan dan Camat Paiton, Muhamad Ridwan. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara 18 orang lainnya, ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap, yakni Pejabat Kades Karangren, Sumarto. Kemudian, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho’im, Ahkmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Samsuddin. Mereka dijerat melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Belakangan ini, Puput dan Hasan kembali terjerat terkait dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dugaan TPPU dan penerimaan gratifikasi yang menjerat Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin setelah ditemukannya alat bukti yang cukup.