JawaPos.com – Ombudsman RI menyatakan rasa herannya terhadap persoalan minyak goreng yang hingga saat ini masih sulit dicari. Padahal, pemerintah telah membatasi ekspor CPO untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
’’Kita lihat misalnya, CPO ekspor sekarang dibatasi. Artinya CPO nya masih banyak, tetapi di satu sisi kenapa minyak gorengnya langka,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (22/2).
Menurutnya, jika pasokan minyak goreng masih saja langka, maka harus ada investigasi yang komprehensif untuk mengetahui sumber persoalan tersebut. Sebab, Kementerian Perdagangan tercatat telah mengeluarkan 6 kebijakan terkait kebijakan minyak goreng, termasuk menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan kebijakan penetapan Domestic Market Obligation (DMO) minyak goreng.
Enam kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tersebut melalui Permendag nomor 36 tahun 2020, Permendag 72 tahun 2021, dan Permendag 1,3,6, dan 8 tahun 2022. “Pada intinya hari ini kebijakan yang mengikat itu adalah kebijakan HET dan kebijakan penetapan Domestic Market Obligation (DMO),” jelasnya.
Berdasarkan pantauan ombudsman perwakilan Bali, Bagus Oka menyampaikan, sejak Sabtu 19 Februari 2022 terpantau terjadi kelangkaan minyak goreng di sejumlah toko ritel modern. “Di toko modern ketersediaan stok masih kosong, kami sempat tanya sejak 2 hari lalu masih ada kekosongan stok,” tuturnya.
Di Bali sendiri, lanjutnya, harga minyak goreng di ritel modern sesuai dengan Harga Eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 14.000 per liter. Sementara, di pasar tradisional minyak goreng dijual kisaran Rp 17.000–Rp 19.000 per liter, dan di toko kelontong harganya bisa mencapai Rp 20.000 per liter. “Temuan kami masih adanya stok yang kosong di toko modern, dan masih adanya di pasar tradisional yang jual di atas HET,” terangnya. (*)