Kapolres Klaim Sudah Sesuai Aturan dan Petunjuk Jaksa
JawaPos.com – Pengusutan kasus korupsi di Desa Citemu, Kabupaten Cirebon, kini menjadi sorotan nasional. Sebab, pelapor kasus itu, yakni Nurhayati, justru ikut ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Cirebon Kota.
”Saya kecewa kepada aparat penegak hukum karena menjadikan saya tersangka. Saya tidak mengerti hukum dan merasa janggal,” kata Nurhayati seperti dilansir Radar Cirebon. Nurhayati adalah perangkat Desa Citemu. Dia menjabat kepala urusan (Kaur) keuangan atau bendahara.
Dugaan korupsi itu terjadi pada dana desa (DD) tahun anggaran 2018 sampai 2020. Kepala Desa (Kades) Citemu berinisial S diduga menyelewengkan DD tersebut. Setiap kali pengambilan DD, kuwu (panggilan Kades di Cirebon) langsung menyerobot dan mengambil sendiri. Nurhayati sempat menekan kuwu untuk membuat berita acara penerimaan uang.
Nurhayati lantas melaporkan ketidakberesan itu kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu. Ketua BPD Citemu Lukman membenarkan bahwa peran Nurhayati sangat besar atas terungkapnya kasus tersebut. ”Awalnya saya dapat informasi dari Ibu Nurhayati. Dia yang melaporkan kepada saya terkait perbuatan kuwu,” kata Lukman sebagaimana dimuat Radar Cirebon Jumat (18/2).
Dari laporan Nurhayati pula, Lukman mendapatkan banyak data dan fakta. Selanjutnya, dibuatlah pengaduan ke Polres Cirebon Kota. Sepengetahuan Lukman, Nurhayati tidak pernah menikmati sepeser pun uang korupsi itu. Apalagi, posisi Nurhayati adalah pelapor. Karena itu, Lukman merasa prihatin mendengar Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka.
Pada bagian lain, Nurhayati mengungkapkan bahwa dirinya memberikan keterangan kepada penyidik selama dua tahun penyelidikan. ”Pada ujung tahun 2021 saya malah ditetapkan sebagai tersangka,” keluhnya. ”Apakah saya harus dijadikan tersangka demi mendorong P-21 kuwu itu? Di mana letak perlindungan hukum saksi?” tanya dia.
Penjelasan Kapolres Cirebon Kota
Kapolres Cirebon Kota AKBP M. Fahri Siregar memaparkan kronologi yang membuat Nurhayati berstatus tersangka. Dia menjelaskan, kasus itu berawal dari informasi ketua BPD Citemu dan sumber informasi lainnya. Mereka melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan S (Kades Citemu) terhadap penggunaan APBDes tahun 2018 sampai 2020.
”Penyidik telah melakukan pengumpulan alat bukti, penyidikan, dan menetapkan S sebagai tersangka,” kata Kapolres dalam jumpa pers Sabtu (19/2). Kemudian, terang Fahri, penyidik melimpahkan berkas kepada kejaksaan. Namun, berkas atas nama S dinyatakan P-19 atau tidak lengkap.
Selanjutnya, penyidik melengkapi berkas dan menyerahkan kembali ke JPU. Namun, ada petunjuk lagi yang dituangkan dalam berita acara koordinasi dan konsultasi. ”Isinya, agar kepada Nurhayati dilakukan pemeriksaan mendalam. Karena tindakannya termasuk perbuatan melawan hukum,” jelas Fahri.
Perbuatan Nurhayati terindikasi memperkaya tersangka S. Atas petunjuk itu, penyidik Polres Cirebon Kota melakukan penyelidikan lebih lanjut dan mengirimkan berkas kepada JPU. ”Dalam hukum acara pidana sudah diatur kewajiban untuk melengkapi berkas sesuai petunjuk JPU,” tuturnya. Karena itu, Fahri menegaskan bahwa penetapan Nurhayati sebagai tersangka sudah sesuai dengan kaidah hukum dan sesuai petunjuk dari JPU.
Walaupun Nurhayati kooperatif dan belum bisa dibuktikan turut menggunakan uang korupsi tersebut, tindakan yang dilakukan masuk dalam rangkaian dugaan tindak pidana korupsi S. ”Kategorinya termasuk perbuatan melawan hukum. Ada pelanggaran, yakni pasal 66 Permendagri 20 Tahun 2018,” jelasnya.
Dalam aturan tata kelola administrasi, Nurhayati sebagai Kaur keuangan seharusnya memberikan uang kepada Kaur atau Kasi pelaksana kegiatan anggaran. Tetapi, uang tersebut diberikan Nurhayati kepada kuwu. Tindakan itu sudah berlangsung 16 kali. Perbuatan tersebut, menurut Fahri, dapat mengakibatkan kerugian negara.
Pada bagian lain, Kajari Kabupaten Cirebon Hutamrin menyatakan siap diklarifikasi terkait kasus tersebut. ”Pihak-pihak yang merasa tidak puas bisa menempuh upaya lain. Baik gugatan perdata ataupun dengan cara lainnya. Silakan,” tegasnya.
Hutamrin juga mengatakan bahwa pihak yang bisa menentukan satu kasus naik ke penyidikan adalah penyidik. Karena itu, dia meminta konfirmasi terkait kasus Nurhayati disampaikan ke penyidik. ”Korupsi tidak pernah berdiri sendiri. Ini yang harus dipahami bersama. Kita akan seprofesional mungkin dalam penanganan perkara ini,” tandasnya.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution menilai, penetapan tersangka pada pelapor dugaan korupsi dapat berakibat buruk.
”Dikhawatirkan menghambat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,” terangnya kemarin. Menurut dia, bukan tidak mungkin pihak-pihak yang mengetahui dugaan korupsi enggan melapor karena takut ikut dijadikan tersangka.
Dia menilai, Nurhayati sebagai pelapor tidak semestinya dijadikan tersangka. Apalagi bila yang bersangkutan telah menjalankan tugas sesuai tugas dan fungsi.
Menurut Nasution, dalam pencairan dana desa dari Bank BJB, Nurhayati telah mendapat rekomendasi dari camat dan dinas pemberdayaan masyarakat desa setempat. ”Seharusnya yang bersangkutan tidak boleh dipidana,” tegasnya.