JawaPos.com – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal secara tegas menolak program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Dia menilai, JKP merupakan program turunan dari Onmibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dianggap inkonstitusional.
“JKP itu produknya omnibus law, Undang-Undang Cipta Kerja, dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menyatakan bahwa omnibus law, Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat,” kata Said Iqbal dalam diskusi daring, Minggu (20/2)
Pemerintah dinilai sudah melangkahi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusannya, MK meminta pemerintah tidak boleh membuat kebijakan sampai perbaikan omnibus law selesai. Perbaikan itu diberi waktu dua tahun, jika tidak selesi Omnibus Law akan dinyatakan tidak berlaku.
“MK mengatakan keputusan bersifat strategis dan berdampak luas harus ditunda dan tidak boleh mengeluarkan keputusan baru sampai syarat itu dipenuhi,” tegas Iqbal.
Sementara itu, Stafsus Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Dita Indah Sari menyebut, para pekerja salah mengartikan aturan baru tentang jaminan hari tua (JHT). Karena itu, pemerintah bakal memasifkan sosialisasi perubahan JHT untuk menghindari kesalahan persepsi.
“Jadi, memang dialog dan penjelasan itu harus lebih massal, supaya distorsi atau misinformasi ke bawah terutama di akar rumput kawan-kawan kita itu bisa lebih clear ya,” ungkap Dita.
Dita tak memungkiri, ada kesalahan persepsi tentang keberadaan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Beberapa pekerja dinilai tidak mengetahui program JKP yang dihadirkan oleh pemerintah untuk menggantikan pencairan uang JHT, bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan.
“Banyak buruh juga berpikir bahwa JKP cuma wadah untuk pelatihan pekerja yang kehilangan pekerjaan,” pungkas Dita.