Ketika Cristiano Ronaldo meninggalkan Real Madrid tiga tahun lalu, Lionel Messi seorang diri tetap mampu menjaga reputasi La Liga sebagai liga top di Eropa.
Kini, setelah Messi pergi, bagaimana pamor La Liga ke depan?
—
HEGEMONI merupakan alasan sebuah liga tidak lagi menarik untuk diikuti. Lihat saja Bundesliga yang seolah jadi liga milik Bayern Muenchen seiring sembilan musim terakhir selalu finis nomor satu.
Sebelum Messi datang, Ligue 1 juga baru dilirik kembali ketika musim lalu Lille OSC memutus streak juara Paris Saint-Germain (PSG).
Itu sekaligus alasan Premier League memiliki daya pikat karena persaingan juara yang kompetitif.
Sejak berakhirnya era Sir Alex Ferguson bersama Manchester United pada 2012–2013, tak ada lagi tim yang bisa meraih juara dalam tiga musim secara beruntun.
Selain hegemoni, faktor pemain bintang juga jadi magnet dari kompetisi.
La Liga merasakannya ketika memiliki dua pemain terbaik sejagat selama rentang waktu sembilan tahun (2009–2018). Mereka adalah Messi (FC Barcelona) dan Ronaldo (Real Madrid).
Semakin menarik karena persaingan mereka dibalut rivalitas klasik atau El Clasico antara kedua klub .
Alhasil, meski tidak terlalu kompetitif (karena juara dalam rentang waktu tersebut hanya sekali direcoki oleh Atletico Madrid pada musim 2013–2014), La Liga selalu memiliki daya tarik.
Pertanyaannya, setelah kepergian Messi ke Ligue 1 (PSG), bagaimana nasib La Liga musim ini?
Presiden La Liga Javier Tebas dianggap sebagai sosok yang membuat Messi cabut. Salary cap La Liga membuat Barca tak bisa memiliki ruang untuk memasukkan Messi dengan gaji besarnya dalam skuad musim ini.
”Aturan tetap aturan dan tidak ada perkecualian,” tegas Tebas kepada Football Espana.
Setelah kehilangan ikon Real Sergio Ramos, yang juga berlabuh ke PSG, Tebas sepertinya sudah siap saat Messi pun pergi. ”La Liga memiliki potensi untuk melahirkan bintang-bintang baru,” ucap Tebas.
Mengingat pemain bintang tidak serta-merta lahir alias membutuhkan proses, maka muka baru seperti Memphis Depay dan Sergio Aguero (Barca), David Alaba (Real), maupun Rodrigo De Paul (Atletico) terlalu berat untuk menyelamatkan reputasi La Liga.
Porsi itu lebih layak dibebankan kepada muka-muka lama.
Nama-namanya tidak akan jauh dari Karim Benzema (Real), Antoine ”Grizi” Griezmann (Barca), dan Luis Suarez (Atletico).
Benzema dan Grizi, misalnya, berada di La Liga sejak 2009. Benzema langsung membela Los Merengues, sedangkan Grizi mengawalinya di Real Sociedad.
”Antoine (Grizi) pernah melakukan hal-hal hebat di klub sebelumnya (Atletico) dan dia tinggal mengulanginya bersama Barca,” ucap mantan kapten Barca Carles Puyol kepada Diario AS.
”Dia (Grizi) akan menjalani musim ketiga (bersama Barca, Red) dan kesempatan bagus baginya mengisi kekosongan posisi (sepeninggal Messi, Red),” sahut entrenador Barca Ronald Koeman di laman resmi klub.
Di sisi lain, dia juga sebagai mantan tandem Messi di Barca dan musim lalu menginspirasi sukses Atletico mengangkat trofi juara liga,
Suarez jelas punya kapabilitas jadi superstar nomor satu La Liga. El Pistolero disebut masih dalam level tinggi karena mengusung misi memenangi El Pichichi (top scorer La Liga) setelah pernah meraihnya di Barca.
”Kami tidak berpikir situasi rival (Real kehilangan Ramos dan Barca ditinggal Messi, Red) membuat peluang (juara) kami lebih besar. Mereka (Real dan Barca, Red) tetap tim yang tangguh. Selain itu, mempertahankan gelar jauh lebih sulit,” beber entrenador Atletico Diego Simeone di laman resmi klub.