JawaPos.com – Antusiasme kader Golkar yang menginginkan agar Partai Beringin itu mengusung Calon Presiden (Capres) dari kader sendiri terbilang tinggi. Bahkan, keinginan kader itu disebut sudah muncul jauh-jauh hari.
Gayung bersambut, Musyawarah Nasional (Munas) DPP Partai Golkar pun akhirnya merekomendasikan kader terbaik Golkar untuk didorong maju pada Pilpres 2024 mendatang. Kader terbaik yang dimiliki Golkar saat ini adalah sang ketua umum, Airlangga Hartarto.
“Ya, kan sekarang kami punya calon dari kader sendiri, pimpinan sendiri. Tentu itu akan menjadi prioritas kami untuk mempertimbangkan secara resmi untuk dicalonkan sebagai Capres,” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tandjung kepada wartawan, Rabu (11/8).
Syarat mutlak dan jadi keniscayaan, seorang Capres harus memiliki keterkenalan (popularitas) dan tingkat keterpilihan (elektabilitas) yang tinggi. Pepatah bilang tak kenal, maka tak sayang. Diakui, popularitas dan elektabilitas Airlangga masih rendah. Karena itu, diperlukan kerja keras untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas Airlangga. “Kami sekarang sedang bekerja keras memperluas jaringan partai dan meningkatkan elektabilitas Pak Airlangga,” katanya.
Ahmad Doli menambahkan, munculnya nama Airlangga berasal dari aspirasi seluruh kader Partai Golkar. Walaupun hingga saat ini, Airlangga sendiri masih belum memberi jawaban kesiapannya untuk dicalonkan partai yang dipimpinnya tersebut.
Hal itu, menurut Ahmad Doli, bisa dimaklumi lantaran Airlangga saat ini masih fokus menjadi Menteri Koordinator Perekonomian dan mengemban tugas menangani dampak pandemi Covid-19.
“Kami bersyukur, Pak Airlangga sekarang menjadi Menko Perekonomian dan juga sebagai ketua KCP PEN. Sekarang isu tentang penanganan Covid-19 dan penanganan ekonomi ini menjadi isu utama, dan penanggung jawabnya Pak Airlangga. Sehingga beliau ini fokus ke situ,” katanya.
Selain itu, Doli mengatakan, sejak diputuskan di Munas, kader Partai Golkar juga terus menyosialisasikan Airlangga ke masyarakat. Salah satunya upaya sosialisasi yang dilakukan yaitu dengan membuat atribut di masing-masing daerah.
“Kemudian juga ada forum di daerah yang mendiskusikan bagaimana kita sekarang mendorong penanganan Covid-19 dan segala macam, yang berkaitan langsung dengan kerja Pak Airlangga di pemerintahan. Banyak lagi strategi yang kita buat, yang tidak mungkin kita ungkap semua,” ujarnya.
Salah satu atribut yang banyak dipasang kader Golkar adalah baliho bergambar Airlangga. Ahmad Doli mengakui bahwa hal tersebut merupakan bagian dari upaya Golkar untuk mensosialisasikan Airlangga sebagai calon presiden 2024.
Dikatakan Ahmad Doli, awalnya atribut sosialisasi dilakukan secara sporadis oleh kader Golkar di daerah. Namun kini, pemasangan baliho tersebut telah diatur partai.
“Jadi, sejak Munas itu, antusiasme masyarakat bahwa Golkar punya capres sendiri, itu sangat tinggi. Jadi, kader pasang spanduk, baliho, dan segala macam itu sudah dilakukan spontan dari bawah. Cuma sekarang, karena ini sudah mulai masuk ke program, harus disusun secara baik. Perencanaan yang disusun dengan baik. Karena sudah tahun 2021, maka kemudian kita atur. Inisiatif-inisiatif atau pemasangan-pemasangan baliho yang dilakukan secara spontan oleh kader itu, sekarang kita atur,” tuturnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion ( IPO), Dedi Kurnia Syah, mengatakan bahwa keberadaan baliho-baliho tersebut adalah upaya promosi politik elite parpol, demi mengejar popularitas dan soliditas internal.
Hal ini dilakukan, menurut Dedi, karena mereka harus melalui tahap keterusungan di Parpol lebih dulu. Baliho ini untuk mengukur apakah popularitas elit tersebut dapat meningkat lebih baik atau tidak, sebagai pertimbangan keterusungan di kemudian hari ’’Jadi bukan soal tepat atau tidak karena masa pandemi? Ini lebih pada antisipasi kontestasi di internal Parpol,” terangnya.
Dedi menjelaskan, popularitas yang tumbuh pada seorang tokoh, akan melegitimasi ketokohan elit agar menaikkan nilai tawar parpol saat membangun koalisi. Seperti yang diketahui hingga hari ini semua partai masih dalam tahap saling menjajaki satu sama lain, belum ada kecenderungan penentuan arah koalisi secara pasti.
’’Etis tidaknya, itu bergantung dari simbol yang dibawa. Jika atas nama Ketua Umum Parpol, maka etis saja. Tidak etis, jika mereka atas namakan baliho sebagai pejabat publik atau politik, meskipun menggunakan anggaran parpol,” tambahnya. (*)