JawaPos.com – Amerika Serikat (AS) tak bisa lepas tangan begitu saja. Selasa (10/8) Utusan Khusus AS Zalmay Khalilzad terbang ke Doha, Qatar. Dia ingin memperingatkan Taliban agar tak terus melakukan serangan di Afghanistan. Taliban memiliki markas politik di Qatar. Selama ini pembicaraan damai antara Taliban dan pemerintah Afghanistan juga dilakukan di negara tersebut.
Khalilzad juga diutus guna membantu memformulasikan respons gabungan internasional atas situasi Afghanistan yang terus memburuk. Saat ini Taliban menyerang berbagai titik, utamanya di wilayah utara Afghanistan. Kurang dari sepekan, 7 dari 34 ibu kota provinsi di Afghanistan jatuh ke kelompok tersebut. Yang terbaru adalah Farah. Ibu kota Provinsi Farah itu baru jatuh ke tangan Taliban kemarin.
”Khalilzad akan menekan Taliban untuk menghentikan serangan militer mereka dan merundingkan penyelesaian politik, yang merupakan satu-satunya jalan menuju stabilitas dan pembangunan di Afghanistan,” bunyi pernyataan Departemen Luar Negeri AS.
Pengamat politik dari Woodrow Wilson International Center for Scholars Michael Kugelman meragukan bahwa upaya AS bakal memberikan dampak signifikan bagi Afghanistan. Sebab, saat ini Taliban sudah terlalu kuat dan pasukan Afghanistan sudah terkepung. Pertempuran terjadi di wilayah utara dan selatan.
Dialog dimulai utusan khusus dan diplomat dari AS, Inggris, Uni Eropa (UE), Tiongkok, Pakistan, Uzbekistan, dan PBB. Rencananya, diplomat dari Rusia juga hadir, tapi kemarin mereka belum muncul. Delegasi dari pemerintah Afghanistan juga hadir, salah satunya Kepala Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional Abdullah Abdullah. Rencananya, pertemuan itu juga membahas langkah-langkah agar pembicaraan damai intra-Afghanistan berjalan sesuai rencana awal. Saat ini Taliban menolak duduk bersama untuk bernegosiasi.
Pemerintah AS benar-benar ingin mengakhiri keterlibatan mereka dalam perang yang sudah berlangsung selama 20 tahun tersebut. Jubir Pentagon John Kirby menegaskan bahwa itu adalah pertempuran internal di negara tersebut. Pasukan Afghanistan harus mempertahankan negaranya sendiri. ”Itu adalah pertempuran mereka,” ujarnya Senin (9/8) seperti dikutip Agence France-Presse.
Taliban di pihak lain ingin menunjukkan bahwa mereka tidak seburuk yang diberitakan di lapangan. Mohammad Yaqoob, putra mendiang pemimpin Taliban Mullah Mohammad Omar, merilis rekaman audio. Isinya meminta agar tentara Taliban tidak melukai pasukan dan pejabat pemerintah Afghanistan di wilayah yang sudah dikuasai. Pasar dan lini bisnis lainnya tetap dilindungi. Rumah-rumah yang ditinggalkan penduduk juga tidak boleh disentuh.
Belum diketahui apakah audio yang dirilis Jubir Taliban Mohammad Naim itu bakal dipatuhi mereka yang berada di lapangan. Sepertinya seruan itu hanya pemanis. Sejak Taliban mulai menyerang Mei lalu, PBB mencatat ada 241 ribu penduduk yang mengungsi. Mereka menyatakan bahwa pasukan Taliban berperilaku brutal dan tidak manusiawi.
”Taliban memukuli dan menjarah. Jika ada remaja putri atau janda dalam satu keluarga, mereka akan mengambilnya dengan paksa. Kami lari untuk menjaga kehormatan,” tegas Rahima yang melarikan diri dari Sheberghan. Kini dia berada di kamp pengungsian Kabul.
Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet meminta operasi Taliban segera dihentikan. Semua pihak yang terlibat harus kembali duduk dalam satu meja untuk bernegosiasi. Jika tidak, situasi bakal memburuk.
Perang di area perkotaan mengakibatkan banyak warga sipil yang terbunuh. Sejak 9 Juli total ada 183 warga sipil yang tewas, 1.181 terluka. Sebagian di antaranya adalah anak-anak. Itu hanya dihitung dari pertempuran di empat kota, yaitu Lashkar Gah, Kandahar, Herat, dan Kunduz. Belum termasuk kota lain yang masih membara. ”Jumlah riil di lapangan bisa jadi lebih banyak,” tegasnya.
Bachelet menerima laporan bahwa Taliban melakukan eksekusi, menyerang para pejabat pemerintah dan keluarganya, serta menghancurkan rumah-rumah, sekolah, dan klinik. Bukan hanya itu, mereka juga memasang alat peledak improvisasi (IED) di berbagai titik. Serangan langsung terhadap penduduk sipil itu merupakan pelanggaran serius undang-undang kemanusiaan internasional dan kejahatan perang. ”Pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.