JawaPos.com – Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengaku mengenali Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM), Rudi Hartono Iskandar. Saat ini, Rudi telah menyandang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun Anggaran 2019.
Pernyataan ini disampaikan Taufik usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus tersebut. Legilator Partai Gerindra itu diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan dan kawan-kawan.
“Saya kenal Rudi,” kata Taufik usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (10/8).
Meski mengenal Rudi, Taufik mengklaim tidak mengetahui perkara dugaan korupsi pengadaan tanah Munjul yang saat ini ditangani KPK. “Saya enggak tahu Munjul. Tahu Munjul kan waktu ditangani KPK,” ujar Taufik.
Taufik tak memungkiri, dirinya mengetahui anggaran pengadaan tanah yang diusulkan badan anggaran (banggar) DPRD DKI Jakarta.Tetapi, teknis penggunaannya merupakan tanggung jawab BUMD masing-masing.
Dia pun mengakui, terdapat anggaran senilai Rp 1,8 triliun untuk pengadaan tanah. Menurutnya, banggar DPRD DKI tidak menaruh curiga atas nominal yang diajukan Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
“Iya ada, anggarannya ada. Kan banggar itu menetapkan bonggolan anggaran, pelaksanaannya diserahkan ke BUMD masing-masing,” pungkas Taufik.
Perkara ini telah menjerat lima pihak sebagai tersangka. Mereka antara lain mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah (Prumda) Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan; Diretur PT. Adonara Propertindo, Tommy Adrian; Wakil Direktur PT. Adonara Propertindo, Anja Runtunewe dan juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi. Serta Direktur PT. Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.
Kasus ini bermula dari adanya kesepakatan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana di hadapan notaris antara pihak pembeli yakni Yoory C Pinontoan selaku Dirut dari Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya dengan pihak penjual yaitu Anja Runtunewe. Hal ini berlangsung pada 8 April 2019.
Selanjutnya masih di waktu yang sama tersebut, juga langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp 108,9 miliar ke rekening bank milik Anja Runtunewe pada Bank DKI.
Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya kepada Anja Runtunewe sekitar sejumlah Rp 43,5 miliar. Uang miliaran rupiah itu diperuntukan, untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, Cipayung, Jakarta Timur.
PDPSJ diduga dilakukan secara melawan hukum antara lain, tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait dan beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate.
KPK menduga, perbuatan para tersangka tersebut, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 152,5 miliar. Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.