JawaPos.com – Rencana pengadaan baju dinas anggota DPRD Kota Tangerang menggunakan merek internasional terkenal, atau branded, dikritik Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti. Menurutnya, perasaan rakyat akan terluka jika rencana itu direalisasikan.
Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP) DPRD Kota Tangerang mengungkap ada empat brand premium yang akan menjadi bahan pakaian anggota dewan. Yaitu dua setel pakaian dinas harian (PDH) merek Louis Vuitton, kemudian merek Lanificio Di Calvino untuk pakaian sipil resmi (PSR), Theodoro untuk pakaian sipil harian (PSH), dan Thomas Crown untuk pakaian sipil lengkap (PSL).
“Saya sangat menyesalkan munculnya rencana pengadaan baju anggota dewan dari merek premium. Apalagi rencana itu muncul di saat masyarakat sedang menghadapi PPKM yang semakin menyulitkan secara ekonomi,” ujar La Nyalla kepada wartawan, Selasa (10/8).
Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, pejabat seharusnya menunjukkan sense of crisis di situasi pandemi Covid, termasuk anggota dewan. Ditambahkannya, pandemi telah meluluhlantakkan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Sehingga pengadaan barang mewah bagi pejabat sangat tidak pantas dilakukan.
“Kalau memang anggota dewan ingin membeli barang branded, gunakan saja uang pribadi. Jangan menggunakan anggaran negara yang didapat dari pajak rakyat. Wakil rakyat harus lebih berempati dengan keadaan masyarakat di masa PPKM,” tegasnya.
La Nyalla mengatakan, rencana tersebut sangat ironis. Sebab, saat ini orang berlomba-lomba memberikan kebaikan untuk masyarakat yang terdampak PPKM.
“Wakil rakyat seharusnya bisa menjadi salah satu contoh untuk memberikan kebaikan kepada sesama, bukan justru sibuk mengurus pakaian branded,” lanjut La Nyalla.
Apalagi, imbuhnya, ekonomi negara saat ini sedang kurang baik. Banyak terkuras untuk penanganan pandemi. Sehingga menurutnya, anggaran yang ada seharusnya digunakan secara bijaksana dan diutamakan untuk menyelamatkan kondisi masyarakat.
La Nyalla berharap pengadaan barang yang sudah masuk dalam proses lelang tersebut dievaluasi. Sebab hal ini menjadi polemik kepada masyarakat.
“Sebaiknya kebijakan tersebut dibatalkan, atau setidaknya ditunda. Manfaatkanlah merek dalam negeri. Jangan sampai seruan Presiden untuk mencintai produk dalam negeri hanya jadi sebuah slogan saja,” tutur mantan Ketua Umum PSSI itu.
Langkah Pemkot dan DPRD Kota Tangerang dalam pengadaan lini busana luar negeri juga dinilai tidak menunjukkan empati terhadap Industri Kecil Menengah (IKM) di sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), yang sangat terdampak pandemi. La Nyalla mengingatkan, banyak industri tekstil yang kini mati.
“Di tengah industri tekstil dalam negeri sedang sekarat karena kepayahan mempertahankan usahanya saat pandemi, ini kok pejabat malah melakukan pengadaan pakaian dari brand luar. Sangat ironi,” urainya.
La Nyalla menyebut, permintaan produk tekstil di pasar domestik atau lokal mengalami penurunan signifikan. Hal tersebut diperparah dengan kenaikan harga bahan baku dan kesulitan memasarkan produk karena terkendala pandemi, khususnya untuk pasar ekspor.
“Mereka kesulitan ekspor, sehingga dialihkan ke dalam negeri. Sementara di dalam negeri diperburuk dengan kemudahan masuknya barang-barang garmen impor China dan Thailand, yang secara kompetisi punya harga lebih murah,” kata LaNyalla.
La Nyalla mengaku mendapat aduan dari Asosiasi Produsen Serat dan Filament Indonesia yang mengungkapkan saat ini industri tekstil banyak yang mati bukan hanya karena lesu akibat pandemi, tetapi juga akibat serbuan produk impor. Banyak pelaku usaha di sektor TPT menghentikan produksi karena utilisasinya pun turun dari yang seharusnya bisa 60 persen, jadi hanya di kisaran 30-40 persen.
“Seharusnya negara memberi dukungan kepada mereka. Pemerintah bisa menghidupkan sektor tekstil kembali dengan melakukan belanja produk IKM di sektor tekstil lokal, untuk seragam instansi atau baju dinas. Jadi, menurut saya belanja baju dinas dari brand luar dengan kondisi pabrikan lokal banyak bertumbangan seperti saat ini sangat tidak masuk akal,” pungkasnya.