JawaPos.com – Pemerintah Malaysia sejak 2011 telah menjalankan proyek laptop chromebook, sama seperti yang tengah dilakukan Indonesia. Namun, hal itu dihentikan pada 2019 karena implementasi untuk pemerataan akses pendidikan tidak berjalan efektif, khususnya pemahaman guru terkait teknologi.
Mengenai lemahnya pemahaman guru akan literasi digital itu, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, hal sama terjadi di Indonesia. Data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbudristek pada tahun 2018 menunjukkan baru 40 persen guru yang melek teknologi.
Akan tetapi, anggaran pelatihan guru di program guru penggerak dan sekolah penggerak hanya Rp 2,68 triliun saja, jauh dari anggaran untuk belanja laptop. Padahal, para guru ini lah yang nantinya sebagai salah satu implementator pemanfaatan laptop chromebook tersebut.
“Kemendikbudristek lebih memprioritaskan bangun badannya daripada jiwanya. Fakta di lapangan, bantuan laptop chromebook tahun anggaran 2020 saja banyak tidak dapat digunakan karena minimnya akses internet seperti di daerah Enrekang (Sulawesi Selatan) dan Kabupaten Berau (Kalimantan Timur). Belum dievaluasi sudah mau ditambah lagi jumlahnya dengan kondisi daerah yang sama,” ungkap dia dalam acara daring, Selasa (10/8).
Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah turut menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI tidak tahu menahu soal program Kemendikbudristek secara detil, karena tidak ikut pembahasan sampai detil kegiatan tersebut.
“DPR berhak meminta Pemeriksaan Dengan Tujuan Tententu (PDTT) yang akan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jika memang ada indikasi penyelewengan atau penghamburan uang rakyat,” tutur dia.
Sementara itu, Pengamat dan Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji menuturkan, pengadaan laptop oleh Kemendikbudristek ini berpotensi besar menjadi proyek yang menghambur-hamburkan uang rakyat dalam jumlah yang sangat besar. Di mana anggaran yang digelontorkan sebanyak Rp 3,7 triliun.
Seharusnya Kemendikbudristek mau belajar dari kegagalan Malaysia dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. “Semoga para pembuat kebijakan pendidikan tidak takabur dan benar-benar berupaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” tandasnya.