JawaPos.com – Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini di Indonesia tengah mengalami penurunan budaya politik dan kebebasan sipil. Pasalnya, merujuk dari data indeks demokrasi yang dirilis Economist Intellegence Unit (EUI) pada tahun 2020.
Menurutnya, pandemi Covid-19 mempengaruhi kualitas demokrasi secara global, dan untuk Indonesia disebutkan negara yang demokrasi belum sempurna.
“Dalam laporan itu menyebutkan Indonesia dalam kategori negara demokrasi yang belum sempurna. Jadi sebetulnya kita mengalami penurunan dalam hal budaya politik dan kebebasan sipil,” ujar Airlangga dalam Pidato Kebangsaan yang digelar CSIS Indonesia secara virtual, Selasa (10/8).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian ini menambahkan, pendidikan politik harus dikembangkan dari tingkat elite sampai ke akar rumput. Hal ini dianggap penting lantaran masih adanya masyarakat yang kurang percaya terhadap efektivitas demorkasi.
“Masih ada dalam penilaian masyarakat kita yang kurang percaya dan bahkan tidak percaya terhadap efektivitas sistem demokrasi. Oleh karena itu, pendidikan politik secara mendalam harus terus menerus kita kembangkan, dari mulai tingkat elit hingga ke akar rumput,” katanya.
Lebih lanjut untuk kebebasan sipil Airlangga menuturkan, kemajemukan dan toleransi antar masyarakat harus perlu ditingkatkan. Saling toleransi ini berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM).
“Sementara, dalam hal kebebasan sipil kita harus terus meningkatkan penghormatan atas kemajemukan, meningkatkan toleransi dalam kehidupan beragama, dan penghargaan terhadap HAM,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, Airlangga mengatakan, untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, Partai Golkar membuat program yang demokratis. Termasuk juga membuka pendidikan politik dengan mendirikan Golkar Institute.
Menurutnya, peningkatan kualitas kader partai ini, salah satunya dengan menyelenggarakan pendidikan politik dengan materi tentang kepemimpinan, geopolitik, sistem politik dan pemerintahan, kebijakan publik yang meliputi perumusan kebijakan publik, sistem pengganggaran hingga evidence based policy,” ungkapnya.
“Kemudian pendidikan anti korupsi serta kemampuan komunikasi publik agar setiap kebijakan dapat bermanfaat dan diterima masyarakat secara luas,” pungkasnya.