JawaPos.com-Dari balik kaca media center Sirkuit Sepang, Malaysia, di mana siapa pun yang ada di dalamnya bisa menatap langsung ke arah garis start/finish, Rivaldy Elvans Krisna menangis sesenggukan.
Bocah yang pada 2018 masih berusia tujuh tahun itu menangis sejadi-jadinya saat menyadari bahwa rider idolanya Valentino Rossi mengalami crash ketika balapan tinggal menyisakan empat lap lagi. Revaldy bahkan tak mau lagi menonton kelanjutan balapan yang tersisa.
Dady, sapaan akrab Rivaldy, diundang khusus oleh MotoGP karena video viralnya yang menirukan suara mantan komentator MotoGP Nick Harris. Tangisan bocah asal Rote Ndao, Kupang, NTT, itu begitu tulus karena kecewa idolanya gagal melanjutkan balapan.
Jika gara-gara Rossi kecelakaan saja Dady tak mampu menahan tangis, tak bisa dibayangkan betapa sedihnya dia saat mendengar kabar bahwa The Doctor memutuskan pensiun akhir musim ini.
Bisa jadi, sama seperti banyak fans Rossi lainnya yang entah bekelakar atau serius menyatakan tidak akan nonton MotoGP lagi kalau tidak ada Rossi.
Semua orang tahu hari itu pasti akan tiba. Termasuk, fans Valentino Rossi di Indonesia yang selalu berharap hari perpisahan tersebut bisa ditunda satu atau dua tahun lagi. Atau bahkan entah kapan.
Karena mereka ingin menyaksikan Rossi membalap di GP Indonesia. Di mana pun sirkuitnya.
Sejatinya, mimpi itu sedikit lagi akan menjadi kenyataan. Karena pembangunan Sirkuit Mandalika di NTB kabarnya sudah mencapai 80 persen. Sirkuit itu rencananya menjadi tuan rumah balapan MotoGP tahun ini. Namun, lantaran pembangunan tak kunjung rampung, jadwal itu mundur lagi, mundur lagi.
Sudah terlalu lama fans MotoGP Indonesia menanti-nanti pergelaran balapan motor termegah di dunia tersebut mampir ke tanah air. Sudah 25 tahun sejak 28 September 1997 saat Rossi mengaspal di Sentul mengendarai Aprilia RS125 pada tahun keduanya membalap di ajang grand prix.
Memang ribuan fans Rossi bisa menyaksikan balapan secara langsung –dan jika beruntung bisa bertemu dengan Rossi– di Sepang, Malaysia. Tapi, menyaksikan balapan megah itu di negeri sendiri adalah kebanggaan.
Kini, mimpi tersebut musnah sudah. Sama seperti fans Rossi lainnya, Pangeran Arab Saudi Abdulaziz bin Abdullah Al Saud sebagai pemilik perusahaan minyak Aramco yang telah mengakuisisi seluruh lini bisnis VR46 dengan nilai fantastis Rp 2,5 triliun –asli bukan hoax– secara diam-diam telah merayu The Doctor untuk tetap membalap tahun depan.
Namun, rayuannya gagal. Rossi tahu, ini saat yang tepat untuk benar-benar berhenti. ’’Pada akhirnya, di semua olahraga, hasil akhir (balapan, Red) adalah yang terpenting. Aku yakin ini adalah keputusan yang tepat,’’ kata Rossi kukuh.
Bagaimana MotoGP tanpa Rossi? Apakah grand stand-grand stand di sirkuit tuan rumah MotoGP itu akan tetap disesaki manusia-manusia beratribut kuning? MotoGP akan kehilangan wajahnya.
Kehilangan seorang legenda hidup yang selama nyaris tiga dasawarsa turut membesarkan bisnis olahraga tersebut. MotoGP adalah Rossi. Rossi adalah MotoGP. Betapa pun akan ada banyak orang yang berdebat panjang soal itu.
Sudah jamak terdengar ucapan dari teman-teman atau orang-orang di sekitar kita: ”Aku pulang dulu ya mau nonton Rossi.” Atau pertanyaan di warung kopi di sebuah pagi pada Senin. ”Semalam nonton Rossi, nggak?”
Ucapan-ucapan demikian itu tidak berarti orang-orang tersebut awam tentang nama balapan MotoGP. Tapi begitulah kenyatannya.
Balapan motor dunia selalu identik dengan Rossi. ’’Ketika kita bertemu seseorang di sudut dunia ini dan dia tak mengenal ajang balapan motor itu, sebut saja nama Valentino Rossi dan dia akan paham,’’ ucap rider Pramac Ducati Johann Zarco pada jumpa pers jelang GP Styria.
MotoGP jelas kehilangan sosok legendaris yang selama 26 tahun terakhir mampu menarik bapak-bapak, emak-emak, bahkan sampai anak-anak seperti Daddy untuk datang ke sirkuit untuk menyaksikan balapan. Sebuah lubang besar akan ditinggalkan setelah Rossi benar-benar finis di balapan terakhir musim ini di Valencia.
”Akan sangat sulit untuk mengulangi sejarah Valentino Rossi di masa yang akan datang,’’ kata juara bertahan MotoGP Joan Mir.
Ya, sesulit fans Indonesia yang bermimpi MotoGP kembali ke tanah air seperti 25 tahun lalu.