JawaPos.com –Sejak berpartisipasi pada Olimpiade Helsinki 1952, tim nasional Brasil baru meraih medali emas pada Olimpiade di kandang sendiri, Rio 2016.
Yang luar biasa, setelah puasa gelar sangat panjang sampai 64 tahun, Brasil meraih emas back-to-back dengan menjadi juara Olimpiade Tokyo 2020. Pada partai final di International Stadium Yokohama malam ini (7/8), Dani Alves dkk mengalahkan Spanyol dengan skor 2-1 lewat extra time.
Brasil mencetak gol lebih dulu Matheus Cunha pada menit kedua injury time babak pertama. Spanyol membalas melalui tembakan Mikel Oyarzabal pada menit ke-61. Setelah imbang 1-1 hingga babak normal berakhir, Brasil memastikan kemenangan lewat gol dari Malcom pada menit ke-108.
Yang menarik, pelatih timnas Brasil Andre Jardine tanpa ragu menyebut Spanyol dan klub Catalan FC Barcelona sebagai role model. Padahal, kalau menengok koleksi trofi, jelas Brasil unggul atas Spanyol.
Di level Piala Dunia, misalnya. Brasil sudah lima kali menang. Sementara itu, Spanyol baru sekali. Lalu, di level kontinen, Spanyol tiga kali mengangkat trofi Euro. Brasil sendiri di ajang sub kontinen Amerika Latin, sembilan kali menang Copa America.
”Dominasi Spanyol dan Barcelona bersama Pep (Guardiola) adalah inspirasi bagiku menemukan metode pelatihan,” papar Jardine kepada ESPN.
Pelatih 41 tahun itu melanjutkan, dominasi penguasaan bola yang mendikte lawan ala Pep saat Barcelona (2008–2012) memang merevolusi permainan sepak bola dunia secara keseluruhan.
Cara bermain dengan berlama-lama menguasai bola, menciptakan peluang sebanyak-banyaknya, dan akurasi passing yang tinggi seolah kini coba diadaptasi semua tim di dunia.
Padahal, menurut pandit The Athletic Michael Cox, tak semua tim punya fleksibilitas seperti Barcelona era Pep. Jardine sama sekali tak memberikan aplaus untuk Brasil yang menang Piala Dunia 2002. Bahkan, tim yang meraih emas di Olimpiade 2016 juga menang Copa America 2019.
”Brasil memang punya bintang-bintang yang secara individual mentereng dalam diri Neymar, Marcelo, Casemiro, atau Alisson. Namun, individu-individu itu masih gagal menunjukkan energi besar secara kolektif seperti yang ditunjukkan Italia saat juara Euro 2020,” tulis pandit Felipe Cardenas di ESPN.