JawaPos.com – Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad menanggapi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak melaksanakan rekomendasi Ombudsman terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK).
Menurut Suparji, Ombudsman perlu merespon atas langkah KPK tersebut. Ia mempertanyakan mengapa muncul rekomendasi yang enggan ditindaklanjuti.
“Apakah memang rekomendasi tidak sesuai dengan fakta, tidak sesuai dengan peraturan perundang undangan, atau ada faktor yang lain,” ujar Suparji kepada wartawan, Sabtu (7/8).
Namun demikian, KPK juga harus memberikan alasan yang jelas dan konkrit atas penolakan tersebut. KPK tidak cukup dengan alasan bahwa lembaganya mandiri dan tidak bisa diintervensi.
“Memang benar bahwa KPK mandiri, tetapi tak bisa juga menolak tanpa alasan dan argumentasi yang jelas. Maka KPK harus memberikan penjelasan mengapa terjadi keberatan, mengapa tidak dapat mengikuti rekomendasi tersebut,” tegasnya.
Suparji juga mempertanyakan mengapa tidak ada transparansi soal TWK jika KPK merasa di jalan yang benar. Sebab, hulu dari rekomendasi Ombudsman adalah TWK yang dinilai maladministrasi.
“Seharusnya jika memang benar, KPK sejak awal memberikan penjelasan kongkrit dan tidak menyisakan polemik di tengah masyarakat. Jangan kemudian tidak melaksanakan rekomendasi karena sudah merasa benar, akan tetapi tidak ada transparansi atas TWK itu,” ungkapnya.
Bila antara Ombudsman dan KPK ini tak ada jalan keluar, maka masyarakat akan semakin bingung. Lembaga mana yang harus didengarkan. Sebab, keberadaan keduanya dijamin undang-undang.
“Jangan sampai kerja lembaga negara yang dijamin oleh satu undang-undang menjadi tidak bermakna, antusiasme publik menunju rekomendasi tadi seperti tidak ada pengaruhnya,” tuturnya.
Kalau itu yang terjadi, tutur Suparji, semua menjadi dipertanyakan. Faktor apa yang menyebabkan rekomendasi tak dilaksanakan. Apakah faktor keengganan melaksanakan atau faktor ketidaktepatan rekomendasi.
“Pada sisi lain Ombudsman juga memperjelas rekomendasi apakah sudah sesuai dengan ketentuan formil maupun material serta dibenarkan baik secara substansial, prosedur dan kewenangan,” katanya.
Sebelumnya, KPK menolak melakukan tindakan korektif atas LAHP Ombudsman soal dugaan malaadministrasi dalam proses TWK. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan ada 13 poin yang menjadi keberatan KPK.
Beberapa di antaranya, KPK menganggap Ombudsman tidak berwenang mengurus urusan internal seperti pegawai. KPK juga menilai Ombudsman menyalahi konstitusi karena gugatan proses pembentukan aturan internal lembaga merupakan kewenangan Mahkamah Agung.