Haryono Halim memenangi lelang sebuah gudang senilai Rp 7 miliar di sebuah bank pelat merah. Namun, penyewanya menolak pindah meski telah kalah dalam gugatan pembatalan eksekusi. Haryono pun melapor kepada polisi.
—
HARYONO Halim membeli gudang di Jalan Margomulyo Permai yang dilelang bank pelat merah pada Maret 2020. Sebelumnya, gudang tersebut merupakan milik PT Rakuda. Haryono sebagai pemenang lelang lantas mengajukan permohonan eksekusi terhadap gudang yang dibelinya senilai Rp 7 miliar tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
”Tapi, akibat pandemi, PN Surabaya tidak bisa melakukan eksekusi. Eksekusinya ditunda,” ujar pengacara Haryono, Muara Harianja.
Haryono yang merasa sudah memiliki gudang itu datang untuk mengeceknya. Ternyata gudang tersebut tidak ditinggalkan dalam kondisi kosong. Di dalamnya, masih banyak barang. Setelah ditelusuri, barang-barang itu dimiliki Ang Khing Sing alias Djoni Pitono. Djoni ternyata telah menyewa gudang tersebut dari Nyonya Ang Ai Lie alias Elly Chitrawati, bos PT Rakuda.
Haryono menyomasi Elly dan Djoni agar segera mengosongkan gudang tersebut. Namun, mereka menolak. Djoni berkeberatan. Dia lantas mengajukan gugatan perlawanan di PN Surabaya. Dia menggugat Haryono dan Elly. Tujuannya, membatalkan permohonan eksekusi yang diajukan Haryono.
”Dia (Djoni) tidak mau pergi sampai masa sewa berakhir pada 2023,” katanya.
Berdasar data sistem informasi penelusuran perkara PN Surabaya, Djoni telah membayar biaya sewa Rp 1,75 miliar selama lima tahun kepada Elly. Dia merasa sebagai penyewa yang baik. Menurut Djoni, Haryono seharusnya menguasai gudang tersebut setelah masa sewa habis pada 2023. Gugatan bantahan Djoni ditolak majelis hakim yang diketuai Masrul. Djoni juga dianggap sebagai pelawan yang tidak baik oleh majelis hakim.
Hingga kini, Haryono belum bisa menguasai gudang yang dibelinya dari proses lelang tersebut. Sebab, di dalamnya masih banyak barang milik Djoni. Dia ingin menguasainya secara baik-baik, tetapi tidak bisa. Haryono lantas melaporkan Elly dan Djoni ke Polrestabes Surabaya dengan dugaan tindak pidana pasal 385 KUHP. Yakni, mengambil hak orang lain secara melawan hukum.
Sementara itu, hingga berita ini selesai ditulis, Elly belum dapat dimintai konfirmasi. Pengacaranya, Hari, belum merespons saat dihubungi melalui telepon seluler dan dikirimi pesan singkat.
Baca Juga: Mengantisipasi Ancaman Lost Generation saat Pandemi Covid-19
Secara terpisah, Jawa Pos juga berusaha meminta konfirmasi Mochammad Fauzie, pengacara Djoni. Namun, Fauzie menyatakan tidak berhak memberikan keterangan. Dia menyarankan agar Jawa Pos meminta konfirmasi kepada koleganya, Ratno Tismoyo, sebagai ketua tim pengacara Djoni. Namun, hingga berita ini selesai ditulis, Ratno juga tidak bisa dimintai konfirmasi. Saat dihubungi melalui telepon seluler maupun dikirimi pesan singkat, dia belum merespons.