JawaPos.com – Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Pernyataan ini menanggapi Wakil Ketua KPK Nuril Ghufron yang menuduh balik Ombudsman melakukan maladministrasi.
“Sepertinya KPK tidak membaca utuh peraturan terkait dengan Ombudsman RI. Dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, diatur bahwa salah satu fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman adalah meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotocopy dokumen yang diperlukan dari instansi manapun untuk pemeriksaan dari instansi manapun untuk pemeriksaan laporan dan instansi terlapor,” kata Feri dikonfirmasi, Jumat (6/8).
Sebelumnya, Ghufron dalam konferensi pers pada Kamis (5/8) kemarin, menuding seharusnya yang melakukan pemeriksaan terhadapnya saat memenuhi panggilan Ombudsman RI, bukan Komisioner Ombudsman Robert Na Endi Jaweng, tetapi keasistenan bidang pemeriksaan.
Feri menegaskan, dalam menyelengarakan fungsi, tugas dan kewenangannya Ombudsman RI berdasarkan Pasal 12 UU tentang Ombudsman, yang dibantu dengan asisten. Dia mengutarakan, yang berwenang sesungguhnya memeriksa yakni Komisioner Ombudsman.
“Berdasarkan Pasal 15 Peraturan ORI yang dikutip Wakil Ketua Nurul Ghufron, karena beliau tidak memahami bahwa yang berwenang sesungguhnya ya Ombudsman dalam hal ini pimpinan Ombudsman RI, yang didelegasikan kepada asisten. Apakah boleh dilakukan pimpinan ORI? ya boleh. Karena itu kewenangan mereka, asisten hanya melakukan dalam rangka membantu tugas dan kewenangan pimpinan ORI,” tegas Feri.
Aktivis antikorupsi ini meyakini, Pimpinan KPK Nurul Ghufron tidak bodoh dalam membaca aturan hukum. Dia memandang, Pimpinan KPK hanya mencari-cari kesalahan Ombudsman dalam menjawab Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman, terkait polemik TWK.
“Saya yakin Nurul Ghufron tidak bodoh dalam membaca peraturan, jadi hal itu bagi saya bukan karena ketidak mengertian Nurul Ghufron terhadap konsep administrasi, lebih mirip sebagai alasan yang dicari-cari terhadap berbagai kealpaan administrasi yang dilakukan KPK dalam melaksanakan TWK,” cetus Feri.
Sebelumnya, Pimpinan KPK merasa keberatasan atas rekomendasi ORI yang menyebutkan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai KPK, menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) maladministrasi. Enggan disalahkan, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron justru menuduh balik Ombudsman RI yang dipandang melakukan maladministrasi.
Ghufron menegaskan, seharusnya yang memeriksa dirinya terkait polemik TWK bukan Komisioner Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng, melainkan Kedeputian Keasistenan IV yang membidangi fungsi pemeriksaan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Ombudsman RI Nomor 48 Tahun 2020.
Baca juga: Ombudsman Belum Terima Surat Resmi Keberatan dari KPK
“Pada saat saya dimintai klarifikasi sesuai dengan peraturan ORI 48/2020 pasal 15 ayat 2 disebutkan bahwa klarifikasi dilakukan oleh keasistenan yang membidangi fungsi pemeriksaan. Artinya, keasistenan yang membidangi fungsi pemeriksaan. Pada saat itu Kedeputian Keasistenan IV,” kata Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (5/8).
“Tapi yang hadir siapa? Robert Na Endi Jaweng, seorang komisioner. Padahal peraturannya sendiri mengatakan keasistenan,” sambungnya menandaskan.