Kondisi pandemi membuat Alfian Nurfaizi dan Arya Satya Rajanagara resah. Mereka melihat sebagian tenaga kesehatan (nakes) tidak terlatih soft skill-nya. Karena itu, mereka terketuk untuk mewadahi mahasiswa kesehatan guna mempelajarinya. Yakni, melalui Komunitas Klinik Kepemimpinan.
HANAA SEPTIANA, Surabaya
”KAMI mengenalkan komunitas ini lewat media sosial seperti Instagram,” ujar Alfian saat dihubungi Selasa (3/8). Dia menunjukkan akun Klinik Kepemimpinan di Instagram. Akun tersebut merupakan wadah untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai komunitas itu.
Klinik Kepemimpinan dibentuk sejak Mei 2021. Diinisiasi dua dokter muda dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Alfian dan Arya. Komunitas itu bergerak di bidang edukasi kemampuan nonteknis atau soft skill bagi para mahasiswa kesehatan. Misalnya, kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, dan sebagainya.
’’Tujuannya, calon nakes siap berkolaborasi dengan masyarakat setelah lulus,” ujar Alfian.
Hal itu dilatarbelakangi kegelisahan melihat nakes di masa pandemi. Mereka tidak hanya dituntut siap dalam kemampuan teknis seperti pelayanan medis. Namun, juga harus siap dalam kemampuan nonteknis atau soft skill. Misalnya, mengelola program, menginisiasi gerakan, dan memberi edukasi kepada masyarakat.
Menurut Alfian, potensi soft skill nakes kurang diperhatikan saat menempuh pendidikan. Tidak hanya pendidikan dokter, tapi juga kebidanan, keperawatan, ahli gizi, dan lain-lain. Walhasil, sebagian kurang maksimal dalam mengedukasi masyarakat. ’’Misalnya, menyampaikan informasi yang kurang jelas kepada masyarakat,” kata pria asal Lamongan itu.
Lantas, Alfian dan Arya mengajak tiga rekannya untuk mewujudkan pembentukan komunitas itu. Yakni, Renata Alya, Safira Cantika, dan Zaha El-Mai. Mereka bersama-sama merancang berbagai program untuk Klinik Kepemimpinan. Mulai webinar rutin hingga pendampingan pengembangan soft skill mahasiswa kesehatan.
Beberapa program sedang berjalan. Misalnya, berbicara di depan umum atau public speaking dan pelatihan meningkatkan kepercayaan diri. Kegiatan itu berlangsung secara daring dan boleh diikuti mahasiswa kesehatan secara umum. Ada juga beasiswa pembinaan kepemimpinan. Program itu diikuti 16 mahasiswa kesehatan seluruh Indonesia yang terpilih.
Nanti ada program lanjutan setelah mereka mengikuti pembinaan. Yakni, membuat proyek pengabdian selama tiga bulan. Yang diinisiasi oleh masing-masing peserta secara individu.
Tujuannya, memberikan dampak positif untuk masyarakat sekitar. Bisa berupa edukasi, fasilitas, dan sebagainya.
Program-program itu memiliki visi yang sama. Yaitu, sebagai bekal mahasiswa kesehatan untuk menjadi calon pemimpin di profesi masing-masing. ’’Kami mendatangkan narasumber dan mentor yang berpengalaman di bidangnya,” papar pria kelahiran Probolinggo itu.
Karena berbentuk organisasi nonprofit, pelatihan dan pembinaan itu tidak dipungut biaya. Kini program Klinik Kepemimpinan telah diikuti lebih dari dua ribu peserta dari seluruh Indonesia. Bahkan, Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr M. Adib Khumaidi SpOT ikut mengapresiasi mereka. Menurut Adib, konsep yang dibawakan Klinik Kepemimpinan adalah interpersonal kolaboratif. Yang bisa mendorong seluruh pihak untuk mewujudkan kepentingan bersama.
”Komunitas ini mengisi ruang kosong yang dibutuhkan saat ini,” katanya.
Baca Juga: Survei BPS Jatim: 19 Persen Warga Enggan Divaksinasi Covid-19
Saat ini anggota Komunitas Klinik Kepemimpinan berjumlah 12 mahasiswa kesehatan. Mereka menaruh harapan besar pada komunitas itu. Ke depan, mereka ingin melakukan digitalisasi pelatihan melalui website dan aplikasi. Sehingga bisa memberikan manfaat yang lebih luas di masa depan. Untuk membangun sumber daya kesehatan Indonesia yang lebih baik di masa depan.