JawaPos.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya mengikuti berbagai desakan Komisi III DPR RI untuk mengungkap skandal penyelundupan impor emas batangan. Pasalnya tindakan melanggar hukum itu diduga dilakukan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk.
Kamis (5/8) Kejagung pun, langsung melakukan pemeriksaan terhadap tiga petinggi perusahaan pelat merah tersebut. Kejagung memeriksa mereka dalam kasus penyelundupan dari Singapura ke Indonesia yang terjadi di Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta.
Ketiga petinggi Antam yang diperiksa Kejagung adalah bernisial ANI, Direktur Niaga PT Antam periode 2019 dan MAA, Executive Director Precious Metal PT Antam. Selain itu, Kejagung juga memeriksa INM, Staf Keuangan Corporate Finance dan Treasury Division PT Antam
Tentang adanya pemeriksaan terkait skandal impor emas terhadap petinggi PT Antam ini diakui oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Hukum Kejagung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak. Hanya ia menyatakan bahwa kasus ini masih dalam proses penyelidikan.
“Masih dalam tahap penyelidikan,” kata Leonard kepada wartawan, Kamis, (5/8).
Sebelumnya, beberapa anggota Komisi III DPR RI mendesak agar Kejagung mengungkap kasus penyelundupan impor emas yang dilakukan PT Antam ini. Mereka antara lain politikus PDIP Arteria Dahlan yang sekaligus membuka kasus ini pertama kali pada pertengahan Juni lalu saat rapat kerja dengan Kejagung. Selain Arteria, yang bersuara lantang adalah politikus Demokrat Santoso dan politikus Nasdem Sahroni.
Bahkan tiga anggota Komisi III DPR RI itu juga berencana segera membentuk Panitia Kerja (Panja) kasus skandal penyelundupan impor emas ini. Tidak hanya dari Legislatif, desakan juga datang dari Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman pada 2 Agustus lalu juga mendesak Kejagung agar serius membongkar skandal penyelundupan impor emas batangan yang dilakukan PT Aneka Tambang (Antam).
Menurut Boyamin, keseriusan Kejagung dalam mengusut skandal impor emas ini sangat penting. Sebab sangat mungkin banyak aktor di balik skandal besar tersebut.
“Ini skandal besar, Kejaksaan Agung harus serius mengusut masalah ini,” kata Boyamin kepada wartawan di Jakarta, Senin 2 Agustus 2021.
Bahkan, menurut Boyamin, seharusnya tidak hanya Kejaksaan Agung yang turun tangan membongkar skandal ini, tetapi juga bisa penegak hukum yang lain. Hal ini mengingat banyaknya pelanggaran hukum di balik kasus ini.
“Saya kira penegak hukum lain perlu juga terlibat. Kepolisian misalnya mengusut soal pemalsuan dan penipuannya dalam hal ini kasus mengubah kode. Itu kan bisa terjadi penipuan. KPK bisa turun dalam kasus suap atau korupsinya,” jelasnya.
Oleh karenanya, MAKI juga setuju dengan rencana DPR terkait pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Skandal Impor Emas PT Antam ini. Dengan Pansus, kata dia, akan dapat dibongkar dan diketahui aktor utamanya.
“DPR menurut saya membuat Pansus seperti Century untuk meneliti sebenarnya pemainnya ini siapa, yang mendapatkan keuntungan paling besar di belakang perusahaan (Antam) ini siapa. Siapa saja yang terlibat, DPR bisa menggali,” tegasnya.
Diketahui, pada pertengahan Juni lalu, PT Aneka Tambang Tbk (Antam) disebut-sebut terlibat dalam skandal impor emas. Perusahaan pelat merah itu diduga menggelapkan produk emas setara Rp 47,1 triliun dengan cara menukar kode impornya.
Tujuan penukaran tersebut untuk menghindari bea dan pajak penghasilan (PPh) impor. Skandal ini muncul berawal dari pernyataan anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan.
Politikus PDIP itu menyebut Antam diduga terlibat dalam dugaan penggelapan impor emas. Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta diduga ikut terlibat.
Pada rapat kerja Komisi III dengan Kejaksaan Agung saat itu diungkap adanya upaya penghindaran bea masuk pada kasus itu. Kode HS untuk impor emas tersebut telah diubah. Sehingga ada indikasi perbuatan manipulasi, pemalsuan, dan menginformasikan hal yang tidak benar. Seharusnya, produk ini kena bea masuk hingga 5 persen dan PPh 2,5 persen. Potensi kerugian negara mencapai Rp 2,9 triliun.
Emas yang diimpor dari Singapura tersebut mulanya berbentuk setengah jadi dan berlabel. Batangan emas yang sudah bermerek, bernomor seri, dikemas rapi bersegel dan tercetak keterangan berat serta kandungan emasnya. Sehingga seolah-olah sebagai bongkahan emas.