JawaPos.com – Pandemi Covid-19 di Indonesia telah merenggut lebih dari 100 ribu nyawa hingga kemarin (4/8). Satgas Covid-19 mencatat, kasus kematian meningkat 348 persen dalam periode Juni hingga Juli 2021.
Saat ini, kasus kematian di Indonesia konsisten berada di atas angka 1.000 per hari, setidaknya sejak 17 Juli lalu. Kemarin (4/8) angka kematian tercatat 1.747 kasus dengan rekornya pada 27 Juli dengan 2.069 kematian dalam sehari.
Dalam laporan harian kasus beberapa hari terakhir, kerap ditemui kasus aktif menurun meski jumlah pertambahan kasus positif hari itu melampaui kasus kesembuhan.
Misalnya kemarin. Kasus positif bertambah 35.867 orang, sementara kasus sembuh hanya 34.251 orang. Namun, tetap saja kasus aktif mengalami penurunan 131 karena banyak yang berakhir dengan kematian. Jawa Timur mencatatkan angka kumulatif kematian tertinggi, yakni 21.670 kasus. Disusul Jawa Tengah dengan 20.947 kasus dan DKI Jakarta dengan 12.531 kasus.
Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah mengungkapkan, selama paro pertama 2021, sebenarnya angka kematian menunjukkan tren penurunan. Tepatnya sejak Januari hingga April. Namun, pada periode April ke Mei, ada kenaikan angka kematian absolut sebesar 552 kasus atau 12 persen. Kemudian, dari Mei ke Juni naik kembali dengan angka absolut 2.978 kasus atau 55 persen. Puncaknya terjadi pada periode Juni ke Juli. Terjadi rekor kenaikan yang fantastis. Hanya dalam waktu satu bulan, kematian meroket dengan angka absolut 27.409 kasus atau sebesar 348,49 persen. ”Jumlah ini empat kali lipat lebih tinggi daripada jumlah kematian bulan sebelumnya,” papar Dewi kemarin (4/8).
Jika melihat detail dalam bulan Juli, hampir setiap pekan terjadi kenaikan jumlah kematian mingguan. Pada minggu pertama naik 4.417 kasus. Menuju ke pekan kedua naik 6.302 kasus, pekan ketiga 8.373 kasus, kemudian pekan keempat mencapai 11.076 kasus. ”Kalau dirata-rata, dalam sehari ada 1.582 orang yang meninggal selama bulan Juli,” kata Dewi.
Meski demikian, perkembangan kasus Covid-19 harus dilihat dengan perhitungan periode dua minggu. Jika puncak kasus kematian terjadi pada pekan-pekan akhir Juli, diperkirakan kasus kematian akan kembali turun pada pekan kedua Agustus. Tingginya angka kematian ini ditengarai karena banyaknya masyarakat yang melakukan isolasi mandiri (isoman) tanpa pengawasan tenaga kesehatan. Kemudian, ketika kondisi memburuk, pasien baru datang ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Brigjen TNI (pur) dr Alexander K. Ginting mengungkapkan, banyak warga yang tidak membuka diri bahwa dia positif. Mereka melakukan isoman tanpa pendampingan tenaga medis. ”Manakala sudah kasus berat, yakni ada pneumonia dan hipoksemia, baru lapor ke posko PPKM,” jelasnya.
Hal itu diperparah dengan buruknya angka tes harian di Indonesia. Meski sudah digaungkan berkali-kali oleh para ahli, bahkan oleh presiden sendiri, bahwa angka tes harus mencapai 300 ribu hingga 400 ribu orang per hari, sampai hari ini angka tes belum beranjak dari 100 ribu hingga 150 ribu orang per hari.
Ginting menyebut, tenaga tes dan telusur di lapangan belum memadai meski sudah diperkuat oleh aplikasi tracing digital maupun personel dari babinsa dan bhabinkamtibmas. ”Selain itu, perlu memastikan tersedianya sarana testing yang adekuat (mencukupi) untuk rapid test antigen dan PCR test,” jelasnya.
Tracing berbasis digital, kata Ginting, juga masih terkendala sinyal internet yang kurang kuat serta kemampuan pemrosesan server data yang masih rendah. Ginting mengatakan, paling tidak 80 persen dari kontak erat harus sudah dites. Rasio 1:15 harus dicapai untuk setiap kegiatan pelacakan kontak. Lemahnya tes dan telusur ini membuat banyak pihak menuding bahwa banyak kasus infeksi di lapangan yang belum berhasil dideteksi, dites, dan dikarantina. Akibatnya, meski kasus positif harian turun, tingkat kepositifan masih tinggi dan laju penularan masih kencang.
Per kemarin, tercatat 148 ribu orang diperiksa dengan positivity rate mencapai 24,10 persen. Masih lebih tinggi dari standar WHO 5 persen. Standar WHO untuk penelusuran kontak adalah 1:30. Artinya, 30 kontak erat diperiksa setiap 1 orang positif Covid-19. Sampai saat ini pun, pemerintah masih kesusahan untuk mencapai target 1:10. Hal ini setidaknya terlontar dari keterangan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kemarin.
’’Setiap Pangdam, Kapolda, menulis capaian tracing dari tiap-tiap daerah, sehingga kita dapat memprediksi kapan target kita 1:10 bisa segera tercapai. Pemda saya juga minta bantuannya untuk ikut memantau tracing ini, semua harus kompak. Semua laporan menggunakan bahasa yang sama agar kita bisa mengejar target dengan baik,’’ kata Luhut kemarin.
Luhut menuturkan bahwa pembukaan aktivitas ekonomi akan bergantung pada capaian vaksinasi serta implementasi dari 3T dan 3M. Karena itu, dia meminta bulan ini dimanfaatkan untuk meningkatkan cakupan tiga aspek di atas.
Luhut telah mengundang epidemiolog, guru besar, sampai organisasi mahasiswa untuk meminta masukan. Pihak-pihak tersebut, antara lain, Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FGDB), Ikatan Dokter Indonesia, pengamat ekonomi, hingga perwakilan himpunan mahasiswa.
Menurut versi Kemenko Marves, pihak yang diundang menyampaikan bahwa penanganan yang dilakukan pemerintah sudah baik. Seperti Prof Widodo dari Universitas Islam Indonesia (UII). Menurut dia, apa yang sudah dikerjakan dan dilakukan pemerintah sudah baik dan tepat dengan melibatkan semua pihak ketika membuat sebuah kebijakan atau aturan. ’’Kalau dalam suasana pandemi, semua stakeholder harus dilibatkan, community leader, center of study, dan sejauh ini semua stakeholder sudah dilibatkan. Stakeholder ini termasuk politician, mereka jangan hanya berkomentar,’’ terangnya.
Sementara itu, korban jiwa dari kalangan tenaga medis juga melonjak pesat. Hingga Agustus ini, sudah 640 dokter yang meninggal. Pada Juli, ada 199 dokter yang mengembuskan napas terakhir. Kemarin (4/8) Ketua Pelaksana Harian Tim Mitigasi IDI Mahesa Paranadipa mengatakan, kasus kematian dokter pada Juli mencapai angka tertinggi. ’’Bulan ini hingga tanggal 3, terjadi penurunan kematian dokter dibandingkan dengan periode yang sama,’’ katanya. Mulai 1 hingga 3 Agustus, ada tujuh dokter yang meninggal akibat Covid-19. Jawa Timur juga memegang rekor tertinggi untuk kematian dokter. Jumlahnya mencapai 140 dokter.
Ketua Tim Mitigasi IDI Adib Khumaidi membeberkan, peningkatan kasus Covid-19 sekarang terjadi di luar Jawa. Misalnya, Jambi, Palembang, dan Kendari. ’’Ada permintaan oksigen di wilayah-wilayah tersebut,’’ ucapnya.
Pada kesempatan lain, Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menyatakan, menambah ruang perawatan untuk pasien Covid-19 sama dengan menambah beban perawat. ’’Karena itu, perlu penguatan daya tahan, salah satunya dengan vaksin,’’ katanya.
Baca juga: Paru-Paru Pasien Covid-19 yang Tak Divaksin Bisa Memutih Seluruhnya
Cakupan vaksinasi tenaga kesehatan dalam dosis pertama dan kedua yang mencapai target menunjukkan bahwa kesadaran untuk melindungi diri tinggi. Untuk memberikan proteksi lebih, perlu vaksin tahap ketiga. ’’Saat ini varian virusnya makin ganas, makin banyak yang terpapar, dan daya tahan berkurang karena tenaga kesehatan kelelahan menangani pasien yang meningkat,’’ bebernya.
Harif menilai, penambahan tenaga kesehatan yang cukup perlu dilakukan. Tujuannya, ritme atau irama kerjanya bisa diatur ulang. Sebab, banyak tenaga kesehatan yang harus double shift (16 jam). Kemudian pemberian asupan suplemennya harus diperhatikan. ’’Dukungan itu yang kerap disoroti teman-teman perawat,’’ ujarnya.