JawaPos.com–Rebutan alokasi vaksin dosis kedua di Kota Surabaya, mendapat sorotan anggota Komisi B DPRD Provinsi Jatim Agatha Retnosari. Sebab, bukan hanya tidak manusiawi, tapi melecehkan akal sehat publik mengingat penggunaan teknologi sudah semakin masif.
”Kami mendesak pemerintah daerah untuk cepat tanggap melakukan antisipasi agar kejadian ini tak terulang,” kata Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya seperti dilansir dari Antara di Surabaya, Kamis (5/8).
Agatha Retnosari mengaku prihatin mengamati berbagai pemberitaan dan laporan yang masuk, terkait ribut bahkan sampai berebut antrean sejak pagi untuk mendapatkan vaksin dosis kedua di puskesmas-puskesmas Surabaya. Dua meminta warga menggunakan teknologi informasi (TI) yang sudah ada. Untuk pelaksanaan vaksinasi dosis dua, otomatis basis data sudah tersedia berdasar pelaksanaan vaksinasi dosis pertama.
”Warga bisa dikonfirmasi melalui SMS/WhatsApp dengan pengaturan oleh dinas kesehatan melalui puskesmas,” tutur Agatha Retnosari.
Saat ini, stok vaksin untuk dosis dua terbatas. Dia mengusulkan untuk mengatur undangan kepada warga jadwal pemberian dosis dua. ”Jangan sampai warga yang sudah telat 10 hari dari jadwal pemberian dosis dua, kalah cepat rebutan nomor antrean dengan yang baru telat sehari, hanya gara-gara rebutan nomor antrean di puskesmas sejak dini hari,” ujar Agatha Retnosari.
Selain itu, lanjut dia, vaksinasi menggunakan pertimbangan epidemiologi. Utamakan pemberian dosis dua untuk warga 50 tahun ke atas serta memiliki komorbid. ”Saya yakin Wali Kota Surabaya memahami soal penggunaan basis data dan instrumen teknologi untuk memudahkan pelaksanaan vaksinasi,” ucap Agatha Retnosari.
Untuk itu, kata dia, jangan biarkan rakyat jadi berlomba-lomba tanpa kendali untuk bisa vaksin tanpa melakukan protokol kesehatan. ”Saya berharap alokasi vaksin untuk Surabaya bisa disegerakan. Saya juga berharap percayakan saja pelaksanaan vaksin di puskesmas-puskesmas atau sentra-sentra vaksin yang tetap,” kata Agatha Retnosari.
Dia mengamati stok vaksin di puskesmas rata-rata hanya 150–200, tapi di tempat lain, beberapa pihak bisa menjalankan vaksinasi gratis dalam jumlah yang lebih besar. Untuk itu, dia berharap Pemprov Jatim untuk benar-benar memperhatikan hal ini juga.
”Untuk apa ada sentra vaksin yang lain jika pasokan di puskesmas belum bisa terpenuhi stok permintaannya. Apalagi banyak sekali jatah vaksin kedua yang terpaksa mundur dan yang belum vaksin pertama juga tidak bisa vaksin akibat stok di puskesmas yang sangat terbatas,” ujar Agatha Retnosari.
Menurut dia, penggunaan teknologi sangat besar artinya karena semua pihak bisa dengan tertib mencari dan mendaftar untuk bisa vaksin, termasuk pilihan jadwal vaksin. Jika hanya diumumkan saja bahwa akan ada pelaksanaan vaksin tanpa memanfaatkan teknologi, sebaiknya agar bisa mengatur antrean dan jumlah peserta.
Dua menambahkan, pelaksanaan vaksinasi sebaiknya tetap dengan memanfaatkan teknologi untuk memudahkan warga. Seperti untuk melacak sertifikat vaksin, terutama saat terjadi kesalahan input.
”Jadi jika ada kesalahan input data atau yang lainnya pada sertifikat vaksin selain bisa menghubungi 119 di ekstensi 9 untuk pengaduan, juga bisa segera datang ke tempat vaksin untuk melakukan perbaikan. Saya juga menerima beberapa keluhan warga terkait sertifikat vaksin yang belum ada di sistem satu data dan juga keluhan akibat salah input data atau pun salah input tanggal vaksin,” ucap Agatha Retnosari.