JawaPos.com – Bupati Kabupaten Malaka, Simon Nahak mengatakan, kualitas garam dari dari Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah memenuhi syarat untuk menjadi garam industri. Karena produksi garamnya ditunjang oleh iklim yang baik.
“Kualitas garam produksi Malaka diakui Kementerian Perindustrian. Dan data dari Kementerian ini dapat menjadi acuan,” ujar Simob dalam webinar Swasembada Garam Nasional dari NTT, Kamis (5/8).
Selain Simon, hadir juga sejumlah narasumber lain dalam webinar itu seperti Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Perindustrian, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Para pembicara fokus membahas potensi industrialisasi garam NTT.
Simon mengatakan, kondisi alam Malaka dan beberapa daerah lain di NTT mendukung untuk produksi garam berkualitas tinggi. Selain itu, pemerintah daerah dan masyarakat siap mendukung upaya tersebut.
“Kami siap membantu, siapa pun yang ingin berinvestasi silakan datang,” kata dia.
Menurut Simon, Malaka dan beberapa penghasil garam di NTT tidak hanya membutuhkan investasi di sektor produksi garam saja. Tapi juga butuh pemodal untuk pengolahan garam lebih lanjut agar kualitas membaik dan benar-benar memenuhi kebutuhan industri tertentu.
“Soal itu, kami percayakan kepada investor,” imbuh Simon.
Ia meyakini, kehadiran investasi industri garam akan mendatangkan manfaat besar bagi Malaka dan daerah penghasil garam lain di NTT. Karena selain meningkatkan potensi pajak daerah, investasi memberi peluang peningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Selama ini di Malaka, lahan produksi menggunakan skema kerja sama antara warga dengan investor. Dengan demikian, lahan tetap dimiliki warga sementara investor tetap bisa memanfaatnya,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Industri Kimia Hulu pada Kemenperin, Fridy Juwono, membenarkan bahwa Malaka dan sejumlah daerah lain di NTT berpeluang menjadi lumbung garam industri nasional. Karena itu, ia berharap pemerintah daerah mendukung upaya industrialisasi garam di NTT.
Fridy juga menuturkan, kebutuhan garam industri memang terus meningkat. Saat ini, ada beberapa perusahaan sedang mengembangkan usaha dan akan membutuhkan tambahan 1 juta ton garam industri. Di luar itu, sudah ada berbagai badan usaha yang membutuhkan lebih dari 3 juta ton garam industri per tahun.
“85 persen kebutuhan garam nasional diserap oleh sektor industri. Sisanya untuk kebutuhan konsumsi,” ujarnya.
Sementara itu, di sektor industri, spesifikasi dan jumlahnya juga beragam. Untuk industri CAP membutuhkan paling banyak dengan tingkat kemurnian paling tinggi. Selanjutnya ada pertambangan dan makanan minuman yang yang juga membutuhkan garam industri.
“Kebutuhan garam industri menjadi salah satu penyebab Indonesia masih harus terus mengimpor garam,” jelasnya.
Bahkan, lanjutr Fridy, impor garam tidak hanya dilakukan Indonesia. Negara lain seperti Amerika Serikat juga memproduksi garam rata-rata 42 juta ton per tahun. Meski demikian, setiap tahun AS masih mengimpor rata-rata 17 juta ton.
“Impor garam AS, sering dipakai untuk mencairkan es di berbagai jalan dan fasilitas publik selama musim dingin,” tuturnya.