JawaPos.com – Pandemi Covid-19 yang diiringi dengan berbagai pembatasan kegiatan membuat ekonomi Indonesia makin terpuruk. Jutaan orang mengalami kesulitan finansial. Sektor UMKM yang selama ini menjadi andalan Indonesia termasuk salah satu yang menerima imbas paling parah. Diperkirakan separo pelaku UMKM di negeri ini mengalami kebangkrutan.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengatakan, perpanjangan PPKM membuat 50 persen dari 64,2 juta atau sekitar 32,1 juta pelaku UMKM menutup usahanya.
Selain itu, pandemi Covid-19 dan pembatasan mobilitas membuat 88 persen usaha mikro tidak memiliki kas atau tabungan. Akibatnya, mereka kehabisan pembiayaan keuangan. ’’Sekitar 60 persen usaha mikro tercatat juga mengurangi tenaga kerjanya,” ungkapnya.
Padahal, data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menunjukkan, 64,2 juta UMKM tersebut memiliki kontribusi terhadap perekonomian sebesar 61,07 persen. Atau senilai Rp 8.573,89 triliun.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun juga menuturkan bahwa 30-an juta UMKM bangkrut. Dari jumlah tersebut, pembiayaan 25 juta UMKM berakhir dengan status NPL (non-performing loan) alias tidak mampu membayar kredit. Sebab, omzet mereka kini hanya 10–20 persen dari kondisi normal.
Dia mendorong pemerintah mempercepat penyaluran bantuan presiden produktif usaha mikro (BPUM) sebesar Rp 1,2 juta. Bantuan tersebut setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. ’’Karena sebenarnya momennya sudah telat. Apalagi PPKM level 4 juga sudah diperpanjang lagi,” tegasnya.
Lantas, apakah BPUM Rp 1,2 juta cukup? ’’Ya kalau untuk tukang bakso atau jualan gado-gado itu sudah sangat cukup,” celetuknya.
PPKM level 4 juga membuat purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia merosot. Pada Juli 2021, PMI manufaktur turun ke angka 40,1 dari sebelumnya berada di level 50. ’’Penurunan ini menunjukkan terjadinya kontraksi aktivitas sektor manufaktur,’’ ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu. Penurunan kali pertama terjadi setelah selama 9 bulan berada di level ekspansif. Level PMI yang ada di atas level 50 menandakan industri tetap ekspansif. ’’Tapi, saat di bawah 50, maka sebaliknya,’’ imbuhnya.
Baca juga: Cerita Sandi Soal PKL Zaman Djarot, Omset Turun Hingga Gulung Tikar
Merebaknya varian Delta berdampak pada menurunnya aktivitas masyarakat selama Juli 2021. Aktivitas sektor manufaktur nasional yang terefleksi dalam indikator PMI manufaktur pun mengalami penurunan. Lebih detail, penurunan PMI manufaktur disebabkan oleh penurunan output dan permintaan baru karena terhambatnya produksi dan permintaan. ’’Perusahaan merespons dengan melakukan pengurangan aktivitas dan tenaga kerja seiring dengan pemberlakuan PPKM level 4,’’ jelas Febrio.
Pelaku usaha menilai, anjloknya PMI manufaktur bulan ini memang mencerminkan aktivitas industri. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani Widjaja mengatakan, jika tidak ada gelombang kedua Covid-19 di Indonesia yang mengakibatkan diterapkannya PPKM, pelaku usaha sebenarnya sudah bersiap melakukan ekspansi. Hal itu dibuktikan dari meningkatnya tren PMI manufaktur Indonesia selama 9 bulan sebelumnya. ”Sehingga harapan kami sekarang memang supaya pandemi ini bisa terkendali. Supaya bisa memberikan ruang gerak bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk menggenjot ekonomi nasional,” ujar Shinta kemarin (3/8).
Aturan Baru PPKM
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan tiga instruksi Mendagri terkait dasar hukum dan pedoman perpanjangan PPKM di seluruh Indonesia. Yakni, Inmendagri Nomor 27, 28, dan 29. Ketiganya mengatur wilayah dan level yang berbeda. Inmendagri 27/2021 mengatur pelaksanaan PPKM di wilayah Jawa dan Bali. Dari semua kabupaten/kota di wilayah tersebut, total ada 96 daerah yang masuk PPKM level 4. Lalu, 31 daerah masuk level 3 dan 1 daerah level 2.
Dari tujuh provinsi di Jawa-Bali, ada tiga yang sepenuhnya melaksanakan PPKM level 4. Yakni, DKI Jakarta, Jogjakarta, dan Bali. Sementara itu, beberapa kota-kabupaten di Jawa Tengah, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur terdiri atas beberapa level.
Ketentuan bagi daerah yang melaksanakan perpanjangan PPKM level 4 tidak banyak mengalami perubahan. Yakni, kegiatan di sektor nonesensial masih WFH dan memanfaatkan media daring, sektor esensial 50 persen kapasitas, dan kritikal diperbolehkan 100 persen tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Kemudian, Inmendagri 28/2021 menjabarkan pelaksanaan PPKM level 4 di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Di kawasan tersebut, total ada 45 kabupaten/kota yang menjalankan PPKM level 4. Pembagian sektor esensial, nonesensial, dan kritikal sama dengan di Jawa.
Lalu, wilayah di luar Jawa-Bali yang tidak masuk kategori PPKM level 4 diatur dalam Inmendagri 29/2021. Penerapan PPKM level 2 jauh lebih longgar. Untuk sektor esensial, kapasitas ditingkatkan menjadi 75 persen.
Ketentuan kegiatan juga disesuaikan dengan zonasi. Kawasan yang masuk zona hijau, misalnya, dapat melaksanakan pembelajaran luring seperti ketentuan menteri pendidikan. Yang masuk zona merah harus daring 100 persen.
Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan bahwa hanya ada sedikit perubahan pada tiga inmendagri yang baru. Perubahan kebijakan itu mencakup penambahan pengaturan PPKM pada kabupaten/kota yang mencapai level 2. Inmendagri sebelumnya hanya mengatur level 3 dan 4. ’’Hal ini karena ada satu kabupaten/kota di Jawa-Bali yang berhasil menurunkan statusnya menjadi level 2. Yakni, Kota Tasikmalaya,” jelas Wiku kemarin (3/8). Kota Tasikmalaya menjadi daerah pertama di Jawa-Bali yang berhasil mengendalikan pandemi hingga turun ke level 2.
Pengaturan lain, lanjut Wiku, tempat makan dan minum di Jawa-Bali diperbolehkan beroperasi maksimal sampai pukul 20.00 WIB waktu setempat. Sementara itu, bupati/wali kota yang memimpin daerah level 3 dan 2 diberi otoritas lebih oleh pemerintah pusat untuk menerapkan PPKM secara lebih ketat sesuai kondisi wilayah masing-masing. Wiku mengatakan, 13 kabupaten/kota di Jawa-Bali pada minggu ini harus mengetatkan PPKM karena naik status dari level 3 ke 4.
Beberapa provinsi di Indonesia selama tiga minggu berturut-turut juga masih mengalami kenaikan kasus. Didominasi luar Jawa-Bali. Yakni, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Hampir semua provinsi di Pulau Sumatera masih menunjukkan kenaikan kasus selama tiga minggu terakhir. Hanya Kepulauan Riau yang mengalami penurunan kasus.
Untuk Kalimantan, seluruh provinsinya menunjukkan kenaikan kasus selama tiga minggu terakhir. Kecuali Kalbar yang sempat menurun. Di Sulawesi seluruh provinsinya mengalami kenaikan kasus selama tiga minggu, kecuali Sulawesi Utara dan Gorontalo yang sempat mengalami penurunan kasus.
Di Pulau Jawa, sebagian besar provinsi telah menunjukkan tren penurunan kasus. ”Hanya Jogjakarta yang masih menunjukkan kenaikan kasus positif selama dua minggu terakhir. Kenaikan kasus yang belum juga dapat ditekan perlu menjadi perhatian,” jelas Wiku. Menurut dia, kenaikan itu juga bisa terjadi karena pemerintah daerah lengah dan menganggap wilayahnya baik-baik saja hanya karena tidak menerapkan PPKM level 4. ”Karena itu, saya mohon pemda setempat dan masyarakat untuk bersiap menghadapi kenaikan kasus. Pastikan fasilitas kesehatan siap dan mencukupi,” jelasnya.
Soal bed occupancy ratio (BOR) mingguan, dalam tiga minggu terakhir terjadi penurunan. Sebelumnya sempat mencapai puncak keterisian 77,97 persen pada 11 Juli. Kemudian perlahan menunjukkan penurunan menjadi 75,91 persen; lalu 70,62 persen; dan 61,95 persen pada minggu terakhir.