JawaPos.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah menyiapkan tahap migrasi TV analog ke digital. Komisi I DPR yang membidangi penyiaran meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan analog switch off (ASO) tersebut mengingat pandemi Covid-19 yang masih membebani rakyat.
“Kami memahami tahap migrasi TV analog ke digital ini memang perlu dilakukan untuk menghemat penggunaan frekuensi agar bisa dialihkan kepada layanan telekomunikasi, termasuk penyelenggaraan layanan 5G. Namun pemerintah juga semestinya harus mempertimbangkan timing dalam proses pelaksanaannya,” ungkap Wakil Ketua Komisi I DPR RI, H Bambang Kristiono di Jakarta, Rabu (4/8).
Bambang pun berharap agar pelaksanaan migrasi dari TV analog ke TV digital ditunda sementara waktu, sampai dengan serangan pandemi Covid-19 ini mereda. Kemkominfo diharapkan dapat lebih mengutamakan kepentingan masyarakat banyak, utamanya warga dari kalangan menengah ke bawah.
“Sebaiknya ditunda saja dulu, setidaknya sampai dengan pandemi Covid-19 mereda. Banyak masyarakat di kalangan bawah menjerit karena berbagai pembatasan akibat lonjakan kasus Covid-19 yang berdampak terhadap penghasilan dan perekonomian mereka. Jangan menambah beban dan kesulitan rakyat dululah,” katanya.
Analog Switch Off dilakukan dengan tujuan untuk menata pita frekuensi 700 Mhz yang selama ini dipakai oleh penyelenggara TV analog. Untuk migrasi, diperlukan perangkat Set Top Box (STB) agar memudahkan masyarakat dalam mendapatkan siaran TV digital, jika TV yang mereka miliki masih berbentuk tabung atau TV analog.
Harga Set Top Box yang diperlukan untuk TV tabung agar bisa mendapat siaran TV digital berkisar Rp 195 ribu sampai dengan Rp 375 ribu, jumlah yang cukup signifikan bagi masyarakat di kalangan bawah. Meski Kemenkominfo menyiapkan subsidi perangkat STB gratis bagi keluarga miskin, tapi Bambang menilai bahwa hal tersebut juga bukan merupakan solusi yang ideal.
“Alangkah lebih baiknya apabila anggaran tersebut dialokasikan untuk program-program penanganan pandemi Covid-19, termasuk bantuan kepada masyarakat. Saya pikir Kemkominfo juga perlu mempertimbangkan bahwa penyaluran STB ini juga membutuhkan waktu. Padahal keberadaan TV saat ini penting sebagai sarana hiburan bagi masyarakat yang aktivitasnya dibatasi,” ungkapnya.
Anggota DPR RI dari Dapil NTB-2, Lombok ini pun menggarisbawahi komitmen dari penyelenggara multipleksing yang ingin membantu subsidi perangkat STB. Namun Bambang ragu subsidi bisa diberikan secara merata kepada seluruh keluarga miskin.
“Padahal mayoritas yang masih menggunakan TV analog ini adalah kelompok masyarakat yang berasal dari rumah tangga miskin. Buat keluarga dengan kategori miskin, uang sekitar Rp. 300 ribu itu tidaklah sedikit. Mereka bisa menggunakan dana sebesar itu untuk bertahan hidup berhari-hari di tengah gempuran pandemi Covid-19,” sebutnya.
“Jadi lebih baik sekarang ini Kemkominfo fokus dulu saja terhadap sosialisasi kepada masyarakat mengenai migrasi TV analog ke digital ini. Karena tidak sedikit masyarakat yang belum paham, bahkan yang salah paham dan mengira bahwa perpindahan dari sistem TV analog ke digital itu membutuhkan akses internet sehingga mereka ketakutan tak bisa menonton TV lagi,” tambahnya.
Dengan sosialisasi dan persiapan yang matang dari Kemenkominfo, kekhawatiran terjadinya kegaduhan akibat dari migrasi TV analog ke digital akan bisa dihindari.
Selanjutnya HBK juga mengingatkan agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawal ketat proses Analog Switch Off tersebut.
“KPI juga bisa membantu pemerintah daerah (Pemda) untuk memastikan kesiapan proses migrasi sekaligus terus mendorong agar lembaga penyiaran ikut mensosialisasikan mengenai peralihan TV digital kepada masyarakat. Sambil Kemenkominfo menyiapkan regulasi mengenai penyaluran perangkat STB gratis bagi keluarga miskin,” katanya.
Untuk diketahui, Kemenkominfo membagi proses migrasi TV digital ke dalam lima tahap. Saat ini tahap pertama telah dilakukan hingga tanggal 17 Agustus 2021 mendatang pada enam wilayah layanan di 15 Kabupaten/Kota. Kemudian tahap suntik mati TV analog kedua diharapkan bisa selesai pada 31 Desember 2021 di 44 Kabupaten/Kota di 20 wilayah.
Tahap ketiga diterapkan pada 31 Maret 2022 yang direncanakan akan dilakukan pada 30 wilayah di 107 Kabupaten/Kota. Selanjutnya tahap 4 ASO diterapkan pada 17 Agustus 2022 dengan cakupan di 31 wilayah layanan pada 110 Kabupaten/Kota. Tahap terakhir akan dilakukan pada 2 November 2022 dengan rencana di 24 wilayah layanan pada 63 Kabupaten/Kota.
“Agar semua tahapan ini dapat berjalan dengan baik, seyogyanya sosialisasi kepada masyarakat dilakukan secara masive dan komprehensif dengan timing yang tepat,” pungkasnya