JawaPos.com – Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mengapresiasi langkah Komisi Yudisial (KY) yang membuka akses publik terhadap informasi proses seleksi wawancara terhadap 24 calon hakim agung (CHA). Keterbukaan ini dinilai sangat berdampak pada kualitas hasil seleksi CHA 2021.
“Koalisi mengapresiasi KY yang membuka akses publik terhadap informasi proses seleksi hari ini. Keterbukaan ini sangat berdampak pada pemantauan hakim oleh masyarakat dan kualitas hasil seleksi,” kata Anggota KPP Erwin Natosmal Oemar dalam keterangannya, Rabu (4/8).
Erwin lantas mengomentari dugaan CHA yang menyontek yang dibuka saat proses seleksi wawancara. Dugaan ini muncul saat Komisioner KY, Sukma Violetta menanyakan kepada CHA Prim Haryadi, lantaran diduga menyontek saat proses asessment seleksi CHA 2019 lalu.
Erwin memandang, dugaan menyontek CHA merupakan pelanggaran etika hakim yang serius. Dia meminta KY untuk mendalami peristiwa itu.
“KY harus mendalami lagi soal peristiwa ini, apalagi konteksnya adalah proses seleksi hakim di KY. Apabila ada calon-calon yang melakukan tindakan semacam itu, harus dieliminir dalam proses seleksi,” ucap Erwin.
Dia meminta panitia seleksi (Pansel) bisa membuat pertanyaan yang spesifik terhadap masing-masing CHA. Sehingga pertanyaan bagi masing-masing CHA bisa berbeda-beda.
“Oleh karena itu, harus ada formulasi pertanyaan terhadap masing-masing yang sangat spesifik berdasarkan kompetensi dan integritas calon,” tegas Erwin.
Sebelumnya, CHA Prim Haryadi membantah menyontek saat mengikuti seleksi CHA pada 2019 lalu. Hal ini dikatakan Haryadi saat mengikuti proses seleksi wawancara CHA 2021 yang diselenggarakan Komisi Yudisial (KY).
Pernyataan ini mulanya ditanya oleh Komisioner KY Sukma Violetta. Dalam seleksi wawancara, Sukma mencecar Prim Haryadi yang diduga menyontek saat profile assement CHA 2019 lalu.
“Saya liat berkas dan catatan kami, dalam catatan ini, disebutkan bapak nyontek saat profile assement CHA tahun 2019, apabila dikaitkan kode etik hakim, kan ada 10 prinsip, kira-kira prinsip mana yang tidak cocok dengan peristiwa yang saya sampaikan?,” tanya Sukma saat proses seleksi wawancara yang digelar di kantor KY.
Mendengar pertanyaan Sukma, Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) ini membantahnya. Dia menegaskan, saat melakukan profile asesment pada CHA 2019 lalu sama sekali tidak menyontek.
“Saya jawab, saya mau klarifikasi yang saya disebut menyontek saat assesment, saat assement terbuka, sekitar ada 5 sampai 10 orang, ujian di depan ada pengawas, bagaimana saya bisa menyontek. Saya kira ada CCTV-nya bisa dibuktikan, jadi saya menyangkal saya disebut menyontek,” tegas Prim.
Mendengar bantahan Prim, lantas Sukma kembali mencecarnya. Dia kembali menanyakan hal tersebut merupakan prinsip apa dalam 10 prinsip hakim.
“Terlepas bapak membantah, ini prinsip apa?,” cecar Sukma.
“Itu prinsip kejujuran bu, seorang hakim harus jujur,” cetus Prim menandaskan.