JawaPos.com – Calon Hakim Agung Adly menyatakan, strategi pencegahan korupsi merupakan upaya untuk mencegah terjadinya praktik korupsi di Indonesia. Hal ini dinilai dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendukung target Ease of Doing Business (EoDB) atau Indeks Kemudahan Berbisnis yang hendak dicapai pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Pernyataan ini disampaikan Adly saat mengikuti seleksi wawancara CHA yang diselenggaran Komisi Yudisial pada Rabu (4/8).

“Bahwa ada perubahan di KPK ini, yang semula mereka pemberantasan dengan OTT ini mereka kurangi, pandangan saya ini mereka kurangi tapi arahnya ke pencegahan,” ucap Adly.

Adly memandang, jika KPK sering menangkap kepala daerah maupun pejabat negara melalui operasi tangkap tangan (OTT) dinilai akan berdampak pada investasi negara. Sehingga pengurangan OTT, dinilai strategi KPK untuk mewujudkan aspek bisnis.

“Kalau orang sering ditangkap, kepala daerah sering ditangkap akan memberikan dampak investasi ke negara Indonesia,” papar Adly.

Dia mengutarakan, pencegahan korupsi harus dilakukan melalui penyuluhan hukum hingga ke tingkat daerah. Hal ini juga diharapkan untuk meningkatkan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang belakangan ini mengalami penurunan pada skor 37 dengan ranking 102.

“Pencegahan tindak pidana korupsi harus dilakukan, dengan memberikan penyuluhan hukum,” ujar Adly.

Dia lantas mencontohkan, perkara-perkara korupsi di daerah hanya menyasar pejabat tingkat wilayah terkecil seperti kepala sekolah, kepala desa atau aparat desa. Hal ini akibat ketidaktahuan mereka dalam menggunakan anggaran negara.

“Sehingga kita harus berubah memberikan penyuluhan hukum ke daerah-daerah, termasuk ke aparat pengadilan ke aparat hukum, kepolisian maupun kejaksaan yang menangani perkara-perkara korupsi,” tegas Adly.

Sebagaimana diketahui, Komisi Yudisial menggelar seleksi wawancara bagi 24 Calon Hakim Agung. Seleksi ini diselenggaran pada 3-7 Agustus 2021.

Baca juga: 30 Persen Calon Hakim Agung yang Diseleksi KY Dinilai Bermasalah

Proses seleksi dilakukan sesuai permintaan Mahkamah Agung (MA) untuk mengisi posisi 13 hakim agung yang kosong. Posisi yang dibutuhkan, yaitu dua hakim agung untuk Kamar Perdata, delapan hakim agung untuk Kamar Pidana, satu hakim agung untuk Kamar Militer, dan dua hakim agung untuk Kamar Tata Usaha Negara (TUN), khusus pajak.

By admin