JawaPos.com – Komisi Yudisial (KY) dituntut untul lebib serius dalam menyeleksi Calon Hakim Agung (CHA). Terlebih kini, KY sedang melakukan seleksi wawancara kepada 24 CGA oada 3-7 Agustus 2021.
CHA ini untuk mengisi posisi 13 hakim agung yang kosong. Posisi yang dibutuhkan, yaitu dua hakim agung untuk Kamar Perdata, delapan hakim agung untuk Kamar Pidana, satu hakim agung untuk Kamar Militer, dan dua hakim agung untuk Kamar Tata Usaha Negara (TUN), khusus pajak.
“Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menuntut Komisi Yudisial agar lebih serius dalam proses wawancara selanjutnya. Proses wawancara ini seharusnya menjadi sarana bagi Komisi Yudisial untuk menggali lebih dalam terkait kompetensi, rekam jejak, dan integritas calon,” kata Anggota KPP Dio Ashar Wicaksana dalam keterangannya, Selasa (3/8).
Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS) ini memandang, dari 24 nama CHA pada tahap wawancara terdapat beberapa nama yang pernah mengikuti seleksi CHA sebelumnya. Tak dipungkiri, CHA yang memiliki catatan integritas misalnya harta kekayaan yang nilainya tidak wajar, serta dugaan perilaku yang tidak profesional dan berintegritas.
“Hingga di tahap meloloskan 24 nama tersebut, Komisi Yudisial tampaknya tidak mempertimbangkan dengan menyeluruh catatan integritas para CHA berdasarkan masukan dan pengaduan masyarakat, hasil investigasi dan klarifikasi kepada CHA dalam proses seleksi yang dilakukan pada saat ini,” papar Dio.
Selain masalah pengabaian catatan rekam jejak meragukan beberapa CHA, kata Dip, dalam pemantauan pelaksanaan wawancara hari pertama pada Selasa 3 Agustus 2021, beberapa Komisioner Komisi Yudisial tidak mengajukan pertanyaan secara profesional.
Hal ini dilakukan, seperti menunjukan sikap tidak respek terhadap para CHA dengan menunjukan ekspresi garang. Namun, pada saat yang bersamaan, tidak menukik kepada pertanyaan-pertanyaan yang mendalami kompetensi minimum yang dibutuhkan oleh CHA, seperti integritas dan kapabilitas.
Dia menyesalkan, proses pendalaman profil berupa klarifikasi rekam jejak CHA dalam wawancara CHA kali ini malah dilakukan secara tertutup. Dia memandang, publik tidak bisa lagi mengetahui proses klarifikasi terhadap data-data atau informasi yang bersifat publik yang dimiliki CHA.
Baca Juga: Ini Sanksi Pidana Bagi Pelanggar PPKM Darurat
“Hal itu tentu saja sebuah kemunduran proses seleksi dibandingkan proses-proses seleksi sebelumnya yang lebih terbuka dan transparan,” ungkap Dio.
Oleh karena itu, Koalisi mendesak agar Komisi Yudisial bisa melakukan proses wawancara dengan memberikan pertanyaan yang bermanfaat untuk menguji kompetensi CHA dan bukan pertunjukan kegarangan. Serta bisa memilih CHA yang memiliki profil berupa kompetensi yang mumpuni dan integritas yang baik.
“Menelusuri rekam jejak, termasuk dari sumber LHKPN para CHA agar bisa memastikan bahwa CHA yang terpilih memiliki rekam jejak yang bersih dan berintegritas. Selain itu, memilih CHA dengan mempertimbangkan semua hasil penilaian tahapan seleksi,” tandasnya.