JawaPos.com – Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wikan Sakarinto memberikan bantahan atas polemik program digitalisasi sekolah. Masalah berkaitan dengan pengadaan laptop senilai Rp 10 juta per unit.
Ia menuturkan, Kemendikbudristek dalam hal ini hanya menyiapkan anggaran untuk pengadaan barang, sementara untuk harga per unitnya menyesuaikan mekanisme pengadaan barang dan jasa melalui e-katalog di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
“Jadi harus dibedakan antara harga dan anggaran. Jadi kita tidak ngeset harga, yang kita siapkan adalah anggaran,” katanya dalam webinar Google for Education, Selasa (3/8).
Dijelaskan bahwa anggaran yang disiapkan oleh pemerintah adalah sebesar Rp 3,7 triliun untuk tahun 2021. Adapun, dana untuk program tersebut bersumber dari dua anggaran.
Pertama dari pemerintah pusat atau APBN melalui Kemendikbudristek sebesar Rp 1,3 triliun dan anggaran yang didistribusikan kepada pemerintah daerah sebesar Rp 2,4 triliun melalui dana alokasi khusus (DAK) fisik.
Dari angka Rp 3,7 triliun tersebut, dia menegaskan bahwa anggaran tidak hanya dipakai untuk pengadaan laptop saja. Namun, juga untuk lebih kepada belanja sarana teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
“Peruntukan anggaran itu bukan hanya untuk laptop. Satu laptop, terus untuk access point. Kalau enggak ada access point gimana internetnya nyambung, nanti jadi kaum dhuafa internet kalau enggak ada access point,” jelas dia.
Dia pun merincikan, anggaran Rp 1,3 triliun dari pemerintah pusat akan dipakai untuk pembelian 189.840 laptop produksi dalam negeri dengan sertifikat TKDN. Lalu juga untuk pengadaan 12.674 access point, 12.674 konektor, 12.674 proyektor dan 45 speaker.
Selanjutnya, anggaran Rp 2,4 triliun akan digunakan untuk membeli 284.147 laptop produksi dalam negeri dengan sertifikat TKDN, beserta alat pendukung seperti 17.510 wireless router, 10.799 proyektor dan layarnya, 10.799 konektor, 8.205 printer dan 6.527 scanner.
Sebagai informasi, pengadaan laptop menjadi polemik publik. Anggaran sebesar Rp 2,4 triliun yang disebut akan digunakan untuk membeli 240.000 unit dinilai terlalu mahal dan tidak sesuai spesifikasi karena per unitnya dihargai Rp 10 juta.