JawaPos.com – Calon Hakim Agung Aviantara meyakini, Hakim dalam menangani setiap perkara pasti memiliki keilmuan yang cukup untuk menelaah berbagai perkara yang ditanganinya. Hal ini disampaikan Aviantar saat ditanya mengenai polemik pemotongan hukuman Jaksa Pinangki Sirna Malasari saat mengikuti tes seleksi wawancara yang digelar Komisi Yudisial (KY), pada Selasa (3/8).
Sebagai hakim karier, dia mengakui tidak mempunyai kewenangan untuk mengomentari setiap putusan. Tetapi hal ini diutarakan Aviantara, lantaran dirinya mengikuti seleksi sebagai Calon Hakim Agung.
“Jadi, secara pribadi bahwa kita sebagai hakim gak boleh mengomentari atau mengintervensi daripada permasalahan perkara yang ditangani oleh hakim yang lain. Tapi yang jelas, kita tunjukkan bahwa karena kita ini, saya yakin punya latar belakang keilmuan, etika dan semuanya,” ujar Aviantra.
Aviantra yang kini menjabat sebagai Inspekrur Wilayah I Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI ini tak memungkiri, kerap menasihati Hakim untuk bisa menangani perkara dengan profesional. Tetapi terkadang peringatan itu justru tidak diindahkan.
“Sehingga kadang-kadang dengan cara kita menasihati kadang-kadang tidak didengar sama sekali,” ujar Aviantra.
Hal ini ditanya Komisioner KY, Taufiq HZ yang menyebut hakim kini menjadi tukang sunat hukuman. Tak terkecuali pada perkara Pinangki Sirna Malasari yang pada tingkat banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas menjadi 4 tahun dari hukuman 10 tahun penjara pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
“Seperti yang kita tahu dari berbagai sumber, bahwa fungsi-fungsi hakim sudah berubah menjadi fungsi tukang sunat sehingga beberapa perkara belakangan ini mulai dari Pinangki, Djoko Tjandra, itu putusan yang di tingkat pertama disunat di tingkat banding. Itu membuat rasa keadilan masyarakat tercederai,” telisik Taufiq.
Mendengar pernyataan Taufiq, Aviantara lantas memastikan setiap Hakim menangani perkara dengan profesional. Tidak ada pengaruh apapun dalam setiap putusan hakim.
“Tidak ada pengaruh dari pihak yang lain sehingga apa pun putusan kita bisa dipertanggungjawabkan, baik segi legal justice, moral justice, sosial justice, kita bisa pertanggungjawabkan,” tegas Aviantra.
Sebagaimana diketahui, Komisi Yudisial menggelar seleksi wawancara bagi 24 Calon Hakim Agung. Seleksi ini diselenggaran pada 3-7 Agustus 2021.
Proses seleksi dilakukan sesuai permintaan Mahkamah Agung (MA) untuk mengisi posisi 13 hakim agung yang kosong. Posisi yang dibutuhkan, yaitu dua hakim agung untuk Kamar Perdata, delapan hakim agung untuk Kamar Pidana, satu hakim agung untuk Kamar Militer, dan dua hakim agung untuk Kamar Tata Usaha Negara (TUN), khusus pajak.