JawaPos.com – Bulan Agustus indentik dengan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Mereka akan bertugas mengibarkan bendera merah putih di Istana Merdeka.
Sebelum menjalankan tugasnya, pasukan yang bertugas pada peringatan HUT RI ini ditempa selama sebulan penuh.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menjelaskan formasi Paskibraka mencerminkan aspek historis dan juga makna filosofis.
“Pasukan ini bertugas menaikkan dan menurunkan Bendera Pusaka di hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Itulah sebabnya mengapa pasukan ini berformasi 17-8-1945,” kata Yudian dalam keterangannya, Selasa (3/8).
Menurut Yudian, Paskibraka mencerminkan seluruh warga bangsa Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, seperti halnya semboyan bangsa Indonesia, ‘Bhinneka Tunggal Ika’: berbeda-beda tetapi tetap satu.
“Karena itulah sebabnya dirancang sebuah seragam yang melambangkan sebuah kesatuan dan persatuan Indonesia, tanpa membedakan suku, adat dan agama,” katanya.
Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Pemuda dan Olah Raga Nomor 65 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Paskibraka, yang melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2018 tentang Seragam Dinas, terkait pakaian Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.
Dari seragam itulah, lanjut Yudian, harus bisa dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Tetapi, ia menggarisbawahi, seragam tidak bisa membedakan anggota Paskibraka dari suku mana, punya adat istiadat apa serta apa agamanya.
“Seragam ini menyimbolkan, bahwa inilah Indonesia, Inilah Indonesia yang Satu, dan Inilah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” urai Mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Terkait kasus Paskibraka Sulbar yang gagal ke istana untuk mengibarkan bendera Merah Putih, Yudian meminta agar polemik tersebut tak dibesar-besarkan.
“Saya menyarankan agar persoalan tersebut dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat dan kekeluargaan,” tuturnya.
Untuk diketahui, saat ini BPIP juga bertanggung jawab soal Paskibraka. Berbeda dengan sebelumnya yang diurusi sepenuhnya oleh Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Hal itu sesuai Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pembinaan Ideologi Pancasila Kepada Generasi Muda Melalui Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
Lalu Peraturan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pembinaan Ideologi Pancasila Kepada Generasi Muda Melalui Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.
Dengan aturan itu, maka BPIP diberikan mandat atau kewenangan melaksanakan Pembinaan Ideologi Pancasila Kepada Generasi Muda Melalui Program Paskibraka. Tentunya dengan berkoordinasi dengan Kementerian Pemuda dan Olah Raga serta Kementerian Dalam Negeri dan Instansi terkait lainnya.
Menurut Yudian, seorang Anggota Paskibraka harus menjadi Generasi Muda penerus bangsa yang melestarikan dan mengamalkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan cinta tanah air terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Paskibraka tidak sekedar menaikkan atau menurunkan bendera Merah Putih, tetapi lebih dari itu. Kegiatan Paskibarka penuh dengan penanaman nilai- nilai kebangsaan, cinta tanah air, dan rela berkorban untuk bangsa dan negara,” pungkasnya.
Menurut sejarah, Pengibaran Bendera Pusaka Merah Putih untuk pertama kali dibentuk oleh Presiden Republik Indonesia Pertama Soekarno. Pada waktu itu, Presiden Soekarno memanggil salah satu ajudannya, yakni Mayor L. Husein Mutahar, untuk mempersiapkan dan memimpin upacara peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1946 di Gedung Agung Yogyakarta.