RT 2, RW 2, Kelurahan Medokan Semampir, menjadi salah satu pilot project pengembangan kampung sayur di Surabaya. Lahan fasum dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Juga di depan setiap rumah warga.
—
SEPANJANG jalan kampung di RT 2, RW 2, Kelurahan Medokan Semampir, tampak asri. Di depan tiap rumah, ada berbagai jenis tanaman yang memperteduh suasana. Bukan cuma bunga, banyak pula tanaman produktif, termasuk sayur.
Warga menanam banyak sayuran. Mulai kangkung, pakcoy, sawi, hingga selada. ”Ada yang menanam di pot, polybag, juga hidroponik,” ujar Ketua RT 2, RW 2, Medokan Semampir, Pujiati. Dia menyatakan, sebulan yang lalu, kampungnya memang didapuk sebagai satu di antara 11 wilayah yang menjadi pilot project dari Kampung Sayur Surabaya.
Sebenarnya, menanam sayur dilakukan warga sejak lama. Lahan fasum yang sebelumnya nganggur dimanfaatkan untuk bercocok tanam. ”Ada 12 petak sehingga bisa dipanen bergiliran,” katanya.
Masa panen sayur yang dikelola warga berbeda-beda setiap hari. Puji menguraikan, misalnya untuk sawi dan kangkung, kalau dari bibit, paling tidak masa panen membutuhkan waktu 30–45 hari setelah tanam. ”Karena petaknya banyak, kami bisa mengatur ritme panen dua hari sekali,” kata Puji.
Selain itu, di sana dikembangkan tanaman kangkung microgreen. Kangkung ditanam dan dipanen pada usia dini, biasanya dalam 3 minggu. Puji menyatakan bahwa manfaatnya tinggi. Olahannya cukup dibikin jus.
’’Microgreen sudah dipanen dan kami bagikan ke warga. Sekarang tinggal menunggu tanaman lain seperti selada dan pakcoy yang menggunakan sistem hidroponik. Paling tidak, butuh waktu dua bulan lagi,’’ katanya. Hasil kebun dimanfaatkan untuk warga. Dijual kepada warga sekitar. Jika masih ada sisa, baru dijual ke pedagang. Uangnya lantas dikelola untuk membeli bibit lagi.
Masuknya RT 2, RW 2, ke program kampung sayur, menurut Puji, semakin meningkatkan antusiasme warga untuk menghijaukan lingkungan. Apalagi, ada bimbingan dan monitoring rutin yang dilakukan dinas ketahanan pangan dan pertanian (DKPP). Konsultasi soal perawatan tanaman bisa lebih gampang. ”Kami tanya ke petugas, kenapa daun tomat yang kami tanam menguning? Teknik apa yang bisa kami lakukan untuk memaksimalkan hasilnya?” terang produsen tempe itu.
Sementara itu, Kabid Pertanian DKPP Surabaya Rachmad Kodariawan menyatakan, saat ini ada 11 kampung sayur yang menjadi percontohan. Tidak sekadar menyediakan fasilitas bercocok tanam, pihaknya memberikan pendampingan hingga berhasil.
”Memang dari program sebelumnya, kami evaluasi kekurangannya. Warga tidak melanjutkan setelah dibekali bibit dan lainnya. Sekarang kami dampingi dan monitor terus,” katanya.
Baca Juga: Samuel Hartono, Pemilik Showroom Disidang karena Jual Mobil tanpa BPKB
Pemberdayaan warga dengan tanaman sayur itu dinilai tepat. Apalagi, di tengah pandemi, konsumsi makanan bergizi harus digenjot. Hasil panen sayuran lebih cepat dinikmati jika dibandingkan dengan produk pertanian lain. ”Goal-nya apa? Masyarakat makin sehat. Bisa menikmati produk yang dihasilkan dari lingkungan sekitarnya. Lebih bagus lagi, bila menjadi pemasukan bagi warga,” paparnya.