Vaksin, masker, dan lain-lain itu kedua. Pertama adalah terpenuhinya rasa keadilan masyarakat sehingga memperbesar potensi sehat bersama.
—
BERPOTENSI sehat, terus divaksin atau dimaskeri dan sebagainya, baru akan jadi sehat. Koruptor dana bansos yang tadinya akan dihukum mati ternyata hanya dituntut seupil tahun, meniadakan potensi sehat itu. Begitu juga diskon-diskon penghukuman lainnya.
***
Sastro adalah lelaki yang entah sudah terpenuhi rasa keadilannya atau tidak. Istrinya sedang hamil level 4 seperti PPKM suatu daerah. Maksudnya, buntingnya sudah jalan empat bulan. Namanya Jendro. Manjanya melebihi anggota dewan, sedang ngidam kucing. Idaman sepele. Sastro bisa saja minta seekor dari rumah Pak Raden yang banyak kucingnya. Atau dari Bu Risma, bakul bakso di pengkolan, yang kucingnya malah dibagi-bagi mirip seharusnya bansos.
Ternyata tidak sesepele itu. Ingat. Manjanya Jendro sundul kemanjaan anggota dewan yang isolasi mandirinya saja tidak mandiri. Isoman mereka di hotel berbintang yang dibiayai duit rakyat.
”Adu, adu, adu, Mas Sastro, kucing idamanku bukan kucing sembarang kucing,” Jendro ngesot-ngesot manja persis anggota dewan…Dewan apa? Ya nggak tahu. Jangan sensian. Dunia tak selebar daun kelor. Luas sekali. Sudah ada bermacam-macam dewan di dunia jauh sebelum ada macam-macam merek HP.
Jendro hanya mau kucing mantan piaraan koruptor! Dasar pemikiran Jendro, kucing-kucing piaraan koruptor tak berkenan makan di rumah. Mereka tak ingin darah dagingnya dikotori makanan dari uang haram. Kucing-kucing koruptor selalu mencari makan sendiri di luaran. Seadanya, tidak apa-apa, asalkan berkah. Di rumah koruptor, mereka hanya mau gumoh, muntah, maupun berak.
”Adu, adu, adu, Mas Sastro, aku ngidam kucing sebetulnya bukan pas lagi mengandung saja…Aku orangnya memang suka kucing…Kamu tidak lupa, kan, Sastro, masa kecilku aku ikut kakek? Kakekku punya banyak kucing. Sampai dijuluki Pendekar Siwo Kucing karena kakekku juga jago silat. Tapi, aku tidak suka kalau pas kita lagi makan di rumah, kucing-kucing pada ndedepi di lantai. Kucing ibuku, mertuamu itu, Risma Papuawati, malah kalau ndendepi di atas meja…Sudaaaaah taplak meja makan bolong-bolong sekuku-kuku kucing…Ideku bagus sekali untuk miara kucing yang bisa nyari makan sendiri…Sastro, berikan padaku kucing koruptor.”
***
Sekarang kandungan Jendro sudah level 5. Kucing idamannya tak kunjung tiba. Padahal, Jendro, walaupun alemannya melebihi anggota dewan, tak mensyaratkan apa-apa. Harus belang telon? Tidak! Harus kucing anggora? Kucing Persia dan lain-lain? No! Apa saja monggo. Bapak-bapak boleh. Ibu-ibu boleh. Remaja-bayi pun jadi. Yang penting, kucing itu pernah mendampingi koruptor!
Sudah satu bulan! Rencananya kucing itu juga akan direkrutnya sebagai penghibur. Maklum, kerja Jendro sebagai nakeswati menyedihkan. Insentif belum dibayar gegara pembayaran dari government ke rumah sakitnya juga masih ditunda. Sedih dobel-dobel, sih, Jendro. Sudah nggak dapat insentif, eh, gak dapet kucing juga. Untung, senengnya masih ada juga. Cuaca berarti sudah membaik. Lihatlah di negaranya kini sudah makin susah bagi kita untuk ketemu koruptor.
Bukan begitu keadaannya. Koruptor masih banyak. Makin merajalela malah. Sialnya, permintaan akan mantan kucing koruptor juga banyak, seperti banyaknya rumah-rumah yang akan dijual untuk mengatasi biaya hidup menghadapi pandemi. Sedangkan koruptor-koruptor itu lebih legawa kalau kucingnya diminta oleh sesama koruptor, walau serial korupsinya berbeda. Garong-garong duit negara itu hepi membagi kucing-kucingnya ke makelar obat dan alat kesehatan, makelar vaksin. Penginjak kepala manusia saja, walau bukan koruptor, mereka bagiin kucing.
Alasan para koruptor mengucingi sesama orang nggak beres adalah agar kucingnya tidak bingung menghadapi perubahan iklim. Di rumah koruptor, kucing-kucing nyari makan di luar sebab makanan di rumah tidak halal. Nanti, kalau tiba-tiba ganti iklim ia dipiara orang beres, kasihan kucing itu. Telanjur biasa makan di luar, padahal makanan di rumah sendiri kini halal.
”Adu, adu, adu, Mas Sastro. Aku tidak minta kucing itu mengubah kebiasaannya. Aku tahu mengubah kebiasaan itu walau sepele tapi susah. Kayak pejabat yang biasa dilayani terus diminta melayani…Susah, Mas. Makanya, walau makanan di rumah halal, tidak dari insentif nakeswati tapi dari jualan baju, pokoknya tetap halal, kucing itu tetap kuminta berikhtiar makanannya sendiri di luar. Dia akan paham bahwa kucing hanya bisa berusaha, Tuhan yang menentukan.”
***
Saat diwawancara oleh TV tentang insentif para nakes yang belum dibayar, Jendro curcol. Dicolongnya kesempatan itu untuk curhat bahwa ia ngidam kucing yang pernah dipiara koruptor. Viral! Mahmud-mahmud banyak yang kemudian meniru Jendro.
Ini masalahnya:
Begitu Sastro mengadopsi kucing baru, tercium oleh orang KPK. Ini pasti akan diusut. Kucing ini sebelum balik nama punya siapa. Iya kalau KPK lemah seperti lemahnya tuntunan mereka pada koruptor dana bansos, walau dulu gertakannya menggegerkan sampai bisa menghukum mati segala…Kalau ternyata KPK masih kuat?
Hmmm… Pidato banyak petinggi membuat Sastro ngantuk, padahal tengah malam ini ia masih harus mencari kucing. (*)
SUJIWO TEJO, Tinggal di Twitter @sudjiwotedjo dan Instagram @president_jancukers