JawaPos.com – Wadah Silaturahmi Khatib Indonesia (Wasathi) mengusulkan konsep khutbah maksimal 15 menit. Usulan ini muncul karena terkadang ada khatib yang menyampaikan khutbah sangat panjang. Sehingga memengaruhi kekhusyukan jamaah mengikuti ibadah.
Usulan konsep khutbah maksimal 15 menit itu disampaikan Pengasuh Ma’had Arrohimiyah Cengkareng KH Ishom El Saha. Usulan itu dia sampaikan dalam Sarasehan Khatib Moderat secara virtual dari Aula Masjid Al Ijtihad, Jakarta Barat. Menurutnya, khutbah di Indonesia, khususnya di kota-kota besar sejak lama sudah mendapatkan kritik.
Dia mencontohkan pada zaman Prof Mukti Ali, khutbah di beberapa kota besar diisinyalir ada yang tidak taat rukun khutbah. Banyak hal-hal di luar rukun khutbah yang justru lebih dominan selama khutbah berlangsung. “Dengan khutbah yang hanya 15 menit, khatib akan lebih fokus dan cermat sehingga rukun tetap terpenuhi dan kondisi jamaah tetap khusyu’ mendengarkan khutbah,” katanya Minggu (1/8).
Ishom menceritakan Prof Mukti Ali sempat berkeliling mencermati khutbah di Indonesia. Lalu mencermati bahwa di kota-kota besar ada beberapa khutbah yang rukunnya kurang. “Rata-rata khatib bermodal kemampuan berpidato namun pengetahuan khutbahnya kurang. Ini kritik Pak Mukti Ali. Beliau memperhatikan khutbah bahwa rukun dan syaratnya terpenuhi tidak tidak, ” ujar dia.
Dia melanjutkan, konsep khutbah maksimal 15 menit ini sudah banyak berlangsung di Timur Tengah. Seperti di Kuwait, Arab Saudi, dan Palestina, membatasi durasi khutbah maksimal 15 menit. Di Kuwait dan Arab Saudi bahkan lebih ketat lagi. Selain waktu atau durasi, materi khutbah juga ditentukan oleh negara. Sebab pemerintah di sana yang membiayai penuh operasional sehari-hari Masjid.
Ketua Pembina Wasathi, KH Arif Fahrudin menyampaikan materi khutbah yang 15 menit itu, membuat jamaah lebih fokus mendengarkan khutbah. Hal ini sekaligus untuk merespon perkembangan zaman sekarang ini yang semakin penuh ketidakpastian. Kondisi zaman juga mendorong matinya kepakaran termasuk bergesernya kepercayaan terhadap ulama.
Khutbah yang lebih ringkas ini diharapkan bisa membuat jamaah lebih khusyuk, tidak tertidur, dan tetap mampu mendengarkan materi khutbah khatib secara utuh. Sehingga kepercayaan terhadap sebagian ulama yang mulai luntur, bisa tumbuh kembali dengan materi khutbah yang bergizi.
Menurut dia, sekarang sudah masuk zaman pergeseran. Disrupsi tidak hanya di sektor ekonomi, namun juga delegitimasi ulama. “Dulu kita mungkin masih tawadhu terhadap ulama, kalau sekarang sulit untuk percaya apalagi jika bersebarangan dengan keyakinan kita. Banyak media yang kita tidak tahu kualitasnya seperti apa, namun itu yang sekarang banyak dijadikan rujukan,” ujarnya.