JawaPos.com – Pemerintah melalui Kementerian Investasi telah menandatangani MoU dengan konsorsium Hyundai. Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menuturkan, melalui kerja sama tersebut, konsorsium Hyundai membangun industri sel baterai kendaraan listrik.
Konsorsium yang terdiri atas Hyundai Motor Company, KIA Corporation, Hyundai Mobis, dan LG Energy Solution bekerja sama dengan PT Industri Baterai Indonesia atau yang dikenal juga dengan nama Indonesia Battery Corporation (IBC) akan membangun pabrik sel baterai kendaraan listrik. Total nilai investasi sekitar USD 1,1 miliar.
Investasi itu digadang-gadang menyerap tenaga kerja sekitar 1.000 orang. Kerja sama tersebut merupakan salah satu tahap dari keseluruhan rencana proyek baterai kendaraan listrik yang terintegrasi senilai USD 9,8 miliar.
Bahlil menyebutkan bahwa perjanjian kerja sama itu terealisasi dengan proses dan negosiasi yang panjang sehingga dapat menguntungkan semua pihak. “Agar dalam implementasinya sesuai dengan undang-undang, berkolaborasi dengan pengusaha nasional dan UMKM. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah saat ini. Kami akan kawal dari awal sampai akhir investasi untuk baterai sel ini,” ujar Bahlil dalam sambutannya secara virtual Kamis (29/7).
Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia Toto Nugroho menambahkan, kerja sama itu menjadi momentum dalam pembentukan industri baterai dan kendaraan listrik tanah air. RI memiliki potensi menjadi pemain global industri baterai karena memiliki 24 persen cadangan nikel di dunia.
“Kami akan memproduksi baterai secara kompetitif untuk memenuhi kebutuhan Indonesia dan juga untuk ekspor,” tuturnya.
CEO Hyundai Mobis Co Ltd Sung Hwan Cho menyampaikan komitmennya untuk mengembangkan mobil listrik dan ekosistemnya di Indonesia. “Sampai sekarang, berkat dukungan penuh dari pemerintah Indonesia, kami sudah mencapai target untuk memajukan proyek ini dengan pihak-pihak lain. Saya merasa lebih dekat mencapai target kami. Sekarang kedua negara akan bermitra untuk mengembangkan mobil listrik dan ekosistem ke depannya,” tuturnya.
Konsorsium Hyundai rencananya membentuk joint venture (JV) dengan PT Industri Baterai Indonesia selaku holding BUMN Baterai yang merupakan gabungan dari 4 BUMN. Yakni, PLN, Pertamina, MIND ID, dan Antam. Sementara itu, realisasi kerja sama tersebut ditargetkan dapat groundbreaking pada tahun ini.
Fasilitas sel baterai itu rencananya memiliki kapasitas produksi sebesar 10 gigawatt hours (GWh) yang nantinya menyuplai kendaraan listrik produksi Hyundai. Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi mengapresiasi investasi baru yang masuk dan berkomitmen menggarap industri pendukung kendaraan ramah lingkungan.
Menurut Nangoi, mobil listrik memiliki harga jual lebih mahal daripada mobil konvensional lantaran komponen utamanya, yakni baterai, belum diproduksi secara massal. “Harganya sekitar 40 persen dari harga mobil listrik,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia dinilai masih butuh banyak dukungan investasi untuk stasiun pengisian daya kendaraan listrik. Menurut Nangoi, jarak tempuhnya masih terbatas karena kapasitas baterai belum optimal.
“Berbeda jika dibandingkan dengan mobil berbahan bakar minyak yang memiliki banyak dukungan ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar,” bebernya.